Kabar24.com, JAKARTA — Tatkala kasus narkoba mencuat, biasanya Ketua Umum Gerakan Nasional Anti-Narkotika (Granat) Henry Yosodiningrat akan langsung menjadi rujukan informasi media.
Konsistensinya mengutuk dan mencegah peredaran barang haram tersebut tidak diragukan. Berkat Granat, Henry yang sudah tenar sebagai advokat tambah melambung namanya.
Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan pun kepincut. Henry bergabung dengan partai berlambang banteng itu pada 2013 dan setahun berselang menjadi calon anggota legislatif (caleg).
Dia ditempatkan di Daerah Pemilihan Lampung II dengan nomor urut 1. Raihan suara terbanyak di antara rekan separtai menghantarkan pria kelahiran Pesisir Barat itu melenggang ke Senayan.
Kursi DPR tampaknya membuat Henry ‘kecanduan’. Pada Pileg 2019, dia maju kembali mempertahankan jabatan lagislator. Kali ini namanya ditempatkan di nomor urut ke-7 surat suara, melorot enam setrip dari 5 tahun silam.
Berbeda dengan Henry, tokoh populer dari Partai Golkar Azis Syamsuddin tidak berubah nomor urutnya. Ketua Badan Anggaran DPR ini tetap di nomor wahid, posisi yang lazim buat seorang elit parpol.
Henry dan Azis adalah dua dari sembilan petahana yang berupaya mempertahankan kursinya di Senayan. Peluang anggota DPR baru terbuka, paling tidak satu orang, mengingat jatah Dapil Lampung II pada periode 2019-2024 menjadi 10 kursi atau bertambah satu kursi dari periode sebelumnya.
Kecuali Partai Hanura, partai parlemen lain tampak serius mengail suara dari Dapil Lampung II yang gemuk pemilihnya, sekitar 3,16 juta pemilih. Mereka memenuhi kuota 10 caleg dengan harapan dapat meraup simpati rakyat sebanyak-banyaknya.
PETAHANA DAPIL LAMPUNG II
Partai Politik | Petahana |
Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan | Henry Yosodiningrat |
| Itet Tridjajati Sumarijanto |
Partai Golkar | Azis Syamsuddin |
Partai Gerindra | Dwita Ria Gunadi |
Partai Kebangkitan Bangsa | Nur Chayati |
Partai Demokrat | Marwan Cik Asan |
Partai Amanat Nasional | Alimin Abdullah |
Partai Keadilan Sejahtera | Junaidi Auly |
Partai Nasdem | Tamanhuri |
Sumber: DPR