Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

China Telah Beri Kebebasan Beragama, Benarkah?

Pemerintah China menyebut pihaknya melindungi praktik beragama. Pengakuan itu datang ketika di saat bersamaan, jutaan etnis Muslim Uighur dilaporkan ditahan dan ratusan umat Kristen diamankan kepolisian.
Muslim Uighur di China/ dancingturtle.org
Muslim Uighur di China/ dancingturtle.org

Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah China tengah menghadapi rangkaian kritik atas indikasi pelanggaran hak asasi manusia terhadap etnis Uighur di Provinsi Xinjiang.

Agustus lalu, Komite Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk Penghapusan Diskriminasi Ras menyebutkan mereka memiliki bukti kuat yang menunjukkan lebih 1 juta orang dari etnis Uighur dan minoritas lainnya ditahan di sebuah kamp rahasia.

Dilansir dari Reuters, Gay McDougall, salah satu anggota panel mengungkapkan bahwa jutaan orang dari etnis minoritas di Xinjiang dipaksa untuk mengikuti indoktriniasi di kamp politik rahasia.

Munculnya indikasi tersebut tak pelak membuat publik sedunia mempertanyakan komitmen China dalam menjamin kebebasan beragama. Di lain pihak, Pemerintah Beijing menepis segala tuduhan. Mereka mengatakan kamp tersebut dibuat untuk memberi pelatihan vokasi kepada orang-orang yang terpapar paham radikal. Usaha tersebut juga dilakukan untuk menangkal persebaran ekstremisme di kalangan etnis Uighur.

China pun menyangkal negaranya melanggar kebebasan beragama. Dalam pernyataan resmi yang dikeluarkan Kedutaan Besar China di Jakarta pada Kamis (20/12/2018), mereka menyebut Pemerintah China melindungi praktik agama, tak terkecuali etnis Muslim Uighur.

"China merupakan negara dengan beragam etnis dan agama. Sebagaimana amanat Konstitusi, semua warga negara China berhak merasakan kebebasan beragama sesuai keyakinan masing-masing," tulis Kedutaan Besar China untuk Indonesia dalam pernyataan resmi.

Kedubes China mengungkapkan bahwa di Provinsi Xinjiang, tempat mayoritas Uighur bermukim, terdapat 24.400 masjid. Jumlah tersebut mencakup 70% dari total masjid se-China. Selain itu, Kedubes China juga mengungkapkan bahwa Pemerintah Xinjiang menyediakan penerbangan bagi umat Muslim Uighur yang hendak menunaikan ibadah haji ke Mekkah, Arab Saudi setiap tahunnya.

Adapun soal isu kamp penahanan yang santer beredar, Kedubes China mengatakan kamp tersebut dibuat sebagai upaya deradikalisasi menyusul serangkaian aksi terorisme dan separatisme yang merebak di Xinjiang dalam beberapa tahun belakangan.

"Dalam beberapa tahun terakhir, di bawah pengaruh ide ekstremis, ekstremisme agama berkembang di Xinjiang. Kelompok Ekstremis dan teroris telah ambil bagian dalam ribuan serangan, termasuk bentrok pada 5 Juli 2009 yang menewaskan 197 orang dan melukai lebih dari 1.700 orang di Urumqi," papar penjelasan tersebut.

Amnesti Internasional memiliki pandangan berbeda menyikapi pembelaan China tersebut. Direktur Amnesti Internasional Indonesia, Usman Hamid, mengungkapkan bahwa narasi deradikalisasi bukanlah hal yang baru. Dalih tersebutlah yang selalu diungkapkan China.

"Kecuali China memberi akses bagi investigator PBB untuk memeriksa langsung kondisi di Xinjiang, maka sikap China dapat diapresiasi. Selama tidak ada akses, sangkalan China tidak dapat diterima," kata Usman di kawasan Menteng, Jakarta, Kamis (20/12/2018).

Indikasi operasi terhadap kelompok agama nyatanya tak hanya dirasakan oleh etnis minoritas Uighur. Baru-baru ini, kepolisian China dikabarkan menahan 100 orang jemaat gereja Kristen atas tuduhan pemberontakan terhadap negara.

Di antara tahanan tersebut, terdapat pastur bernama Wang Yi dan istrinya, Jiang Rong, yang menjalankan aktivitas Gereja Kovenan Early Rain di kota Chengdu. Penahanan mereka dikonfirmasi oleh jemaat gereja yang enggan disebut namanya kepada CNN, Senin (17/12/2018).

China secara resmi merupakan negara atheis, namun praktik agama diizinkan di negara tersebut, dengan pengawasan dan sesuai aturan pemerintah pusat Beijing dan Partai Komunis.

Sejumlah jemaat yang taat bahkan harus mengikuti rumah-rumah ibadah tak terdaftar supaya bisa memelakukan praktik agama secara bebas.

Kepolisian China menuduh Gereja Early Rain beroperasi tanpa izin dari otoritas. Selain itu, Human Rights Watch mengatakan Wang dan jemaat gerejanya telah berkali-kali menjadi target kekerasan dalam beberapa tahun terakhir.

Kelompok pendukung hak asasi manusia menilai tindakan kekerasan terhadap jemaat gereja ilegal dan praktik keagamaan lebih disebabkan oleh keinginan Partai Komunis untuk mempertahankan kontrol ketimbang soal praktik agama itu sendiri.

"Di bawah kepemimpinan Presiden Xi Jinping, pemerintah telah memperbesar kontrol terhadap agama Kristen melalui upaya Sinicization agama atau pengadopsian nilai-nilai China. Dengan kata lain, untuk memastikan kelompk agama mendukung pemerintah dan Partai Komunis," kata Human Rights Watch.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Miftahul Ulum
Sumber : Reuters, CNN

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper