Kabar24.com, JAKARTA — Ribbeck Law Chartered, firma hukum spesialis kasus-kasus penerbangan asal Amerika Serikat, mengklaim telah menghimpun 25 keluarga korban kecelakaan pesawat Lion Air JT 610 untuk menggugat Boeing dengan tuntutan ganti rugi total US$100 juta.
Gugatan dilayangkan di Pengadilan Cook County, Negara Bagian Illinois, AS, Rabu (12/12/2018). Sebanyak 24 keluarga bersama-sama dengan Irianto—orang tua korban Rio Nanda Pratama yang mengawali gugatan—secara bersama-sama menggugat perusahaan multinasional berbasis di Chicago, Illinois, tersebut.
“Pada 17 Januari 2018 akan ada sidang perdana di Pengadilan Cook. Kami akan bawa lima klien ke Chicago,” kata Manuel von Ribbeck, kuasa hukum 25 penggugat dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu (12/12/2018).
Dalam berkas gugatan, penggugat mendalilkan pertama, pesawat tidak layak terbang. Kedua, Boeing dianggap lalai untuk menjamin keamanan produknya. Ketiga, Boieng dinilai lalai menyiapkan pesawat dalam kondisi bagus termasuk melatih pilot dan co-pilot menggunakan buku manual.
Manuel mengungkapkan gugatan terhadap Boeing merupakan kasus kecelakaan penebangan asal Indonesia ketujuh yang ditangani kantor hukumnya. Perkara lainnya a.l. kecelakaan Garuda Indonesia di Sibolangit (1997), kasus Adam Air di Sulawesi (2007), dan Lion Air di Solo (2004).
“Garuda kami selesikan dalam waktu setahun, Lion Air selesai delapan bulan, dan paling cepat Adam Air, empat bulan,” katanya.
Manuel tidak dapat memastikan jangka waktu penyelesaikan perkara gugatan Boeing di Pengadilan Cook. Namun, dia memperkirakan perkara tersebut bisa lebih cepat karena, berdasarkan investasi sementara, kecelakaan Lion Air JT 610 bukan karena faktor cuaca atau kesalahan kru pesawat.
Saat ini, Manuel mengatakan firma hukumnya baru mengumpulkan 25 keluarga korban yang berencana menuntut ganti rugi ke Boeing sebesar US$100 juta. Namun, sistem peradilan perdata di AS memungkinkan penggugat dan tergugat bertambah.
“Jadi bisa gugat pihak yang melatih pilot, produsen ban. Sekarang masih fleksibel,” ucapnya.
Manuel mengatakan sebanyak 95% kasus gugatan kecelakaan pesawat yang ditangani kantornya selesai sebelum persidangan atau mediasi. Nantinya, lanjut dia, kuasa hukum akan mengumpulkan alat-alat bukti dari investigator independen untuk membuat Boeing ‘menyerah’.
Hal itu guna mengantisipasi Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) yang tidak memberikan data hasil investigasi. Berbeda dengan pengadilan, dia mengatakan KNKT memang tidak menyimpulkan apakah produsen pesawat atau maskapai yang bersalah dalam kecelakaan.
“Nanti hakim akan mendengar dari kedua belah pihak. Hakim akan putuskan misalnya Boeing salahnya berapa persen dan berapa kompensasinya,” ujarnya.