Bisnis.com, JAKARTA - Pernyataan salah satu politisi Partai Gerindra terkait rencana penurunan tarif pajak jika Prabowo dan Sandiaga Uno terpilih digelaran Pilpres mendapat tanggapan dari pengamat pajak.
Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo mengungkapkan rencana menurunkan tarif merupakan ide yang baik dan patut didukung. Pasca Orde Baru, tarif PPh juga konsisten turun, dari 35% menjadi 25% Badan, dan 30% Orang Pribadi.
Dia menjelaskan, kebijakan perpajakan di era Jokowi juga memasukan penurunan tarif pajak sebagai bagian dari program reformasi perpajakan. Persoalannya, menurunkan tarif pajak harus melalui revisi UU dan di sinilah kendalanya.
"Saat ini Kemenkeu sedang menyusun RUU Pajak Penghasilan (RUU PPh), yang salah satu kebijakannya menyesuaiakan tarif PPh supaya lebih berdaya saing dan menarik investasi," kata Prastowo, Minggu (9/12/2018).
Tak sekadar retorika, hal ini dimulai dengan program pengampunan pajak yang memberi kesempatan wajib pajak mengungkap harta secara sukarela dan membayar uang tebusan, agar tersaji basis data yang mumpuni sebagai titik pijak reformasi.
Selanjutnya melalui UU No. 9/2017, Pemerintah memiliki akses lebih luas terhadap informasi keuangan untuk kepentingan perpajakan. Menurutnya, hal ini bagus untuk mendorong kepatuhan pajak dan secara otomatis akan mendongkrak penerimaan pajak.
Penurunan sudah dimulai secara parsial, misalnya menghapus sanksi administrasi (PMK-91/2015 ), menurunkan tarif revaluasi aktiva tetap dari 10% menjadi 3% (PMK-191/2015), menghapus pajak berganda Dana Investasi Real Estate (DIRE) melalui PMK-200/PMK.03/2015, amnesti pajak yang hanya membayar tebusan 2% (UU 11/2016), PPh Final UMKM dari 1% menjadi 0,5% (PP 23/2018), percepatan restitusi (PMK-39/2018), kebijakan pemeriksaan berbasis risiko (SE-15/2018), dan insentif pajak berupa tax holiday yang diperluas dan diperlonggar (PMK-35/2018).
"Siapapun pemenang Pilpres mempunyai tanggung jawab menuntaskan agenda reformasi yang telah dan sedang dijalankan, antara lain menyesuaikan tarif PPh secara terukur. Bukan obral tapi rasional-kontekstual," tukasnya.