Bisnis.com, JAKARTA – Komisi Pemilihan Umum segera melakukan sosialisasi kepada penyandang disabilitas psikososial tertait pelaksanaan pemilu 2019.
Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Viryan Aziz mengatakan bahwa ini perlu dilakukan karena para tunagrahita tidak semuanya paham proses penyelenggaraan pesta demokrasi serentak yang baru pertama kali diadakan.
“Yang namanya disabilitas mental itu kan sedang dalam pengobatan, mulai dari yang derajatnya rendah sampai yang tidak bisa memutuskan pilihan. Jangan hanya memahaminya penyandang disabilitas mental stigmanya seolah-olah tidak bisa sama sekali menggunakan hak pilih,” katanya di Gedung KPU, Jakarta, Jumat (23/11/2018).
Sementara itu, saat hari pencoblosan, tunagrahita tidak perlu ditemani pendamping jika kondisinya sehat secara fisik.
Akan tetapi jika mereka perlu pendamping akan dibantu oleh petugas kelompok penyelenggara pemungutan suara (KPPS) atau pihak yang memungkinkan menemani disabilitas mental.
“Misalnya nanti perawatnya. Tapi pendamping pemilih wajib mengisi formulir pernyataan menjaga kerahasiaan pemilih,” ucap Viryan.
Baca Juga
Di sisi lain penyandang disabilitas psikososial ini gugur memiliki hak pilihnya jika ada surat keterangan dokter bahwa yang bersangkutan mengidap mental permanen atau berat, maka dia tidak bisa menggunakan hak pilih.
Berdasarkan informasi yang diterima Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) ada sekitar 5.000 disabilitas psikososial yang belum masuk daftar pemilih tetap.