Bisnis.com JAKARTA—PM Inggris Theresa May akan kembali ke Brussel, Belgia, pada Sabtu (24/11/2018) untuk melanjutkan perundingan mengenai garis besar hubungan Inggris dengan Uni Eropa setelah Brexit.
Adapun perundingan dengan Presiden Komisi Eropa Jean-Claude Juncker selama kurang lebih satu setengah jam pada Rabu (21/11/2018) telah gagal membentuk komitmen yang dapat membantu May menghadapi pemberontakan di Inggris—yang tidak sepakat dengan berkas traktat Brexit.
“Masih ada beberapa isu yang belum kami diskusikan. Saya akan kembali pada Sabtu (24/11/2018) untuk pertemuan lanjutan, termasuk dengan Presiden Juncker lagi untuk berdiskusi mengenai cara kami menyimpulkan proses ini,” ujar May, seperti dikutip Reuters, Kamis (22/11/2018).
Sementara itu, dari dalam negeri, Menkeu Inggris Philip Hammond mengimbau agar Parlemen Inggris mendukung kesepakatan Brexit yang disusun May. Jika tidak, Inggris berisiko mendapatkan kerusakan besar di sisi ekonomi atau bahkan merusak Brexit secara keseluruhan.
“Keluar dengan lancar dari UE bernilai puluhan miliar pound sterling untuk ekonomi kita. Jika kesepakatan tidak disetujui parlemen, kita akan berada di posisi kacau secara politk… Dalam kekacauan itu mungkin tidak ada Brexit sama sekali,” ujarnya.
Kurang dari empat bulan sebelum Inggris resmi meninggalkan UE, May telah mencoba memfinalisasi sebuah garis besar yang mengatur hubungan Inggris dan UE di masa depan yang akan dibahas dalam KTT pemimpin UE pada Minggu (25/11/2018).
Namun demikian, risiko yang dapat terjadi di detik-detik terakhir mulai bermunculan. Salah seorang diplomat UE yang enggan disebutkan identitasnya menyampaikan bahwa Kanselir Jerman Angela Merkel tidak berniat hadir dalam KTT tersebut jika para pemimpin UE dan Inggris masih melanjutkan perundingan. Artinya, berkas Kesepakatan Brexit harus benar-benar telah tersedia sebelum KTT dilaksanakan.
Sementara itu, sebuah ancaman juga datang dari PM Spanyol Pedro Sanchez yang bersikeras akan menolak Kesepakatan Brexit kecuali Inggris mau memberikan kejelasan mengenai perselisihan di Semenanjung Gibraltar, wilayah luar negeri Inggris di pantai selatan Spanyol.
“Jika hal ini [masalah Gibraltar] tidak selesai pada Minggu (25/11/2018), Spanyol yang mendukung Pemerintahan Eropa, sayang sekali harus memilih memberikan suara “tidak” [untuk kesepakatan Brexit],” ujar Sanchez dalam konferensi pers di Valladolid, Spanyol.
Adapun masalah Gibraltar muncul karena Spanyol khawatir persoalan kawasan Gibraltar akan dibahas dalam perundingan mengenai hubungan di masa depan selama masa transisi Brexit (2019-2021).
Shancez meminta agar masalah Gibraltar dikecualikan dari perundingan tersebut dan Inggris harus menambahkan di dalam Kesepakatan Brexit bahwa pembicaraan mengenai Gibraltar akan dirundingkan secara bilateral dengan Madrid.
Adapun diplomat di Brussel menyampaikan, masalah dengan Spanyol kini menjadi satu-satunya isu yang harus segera diselesaikan.
Pasalnya, kekhawatiran negara-negara UE mengenai hak memancing dan hubungan dagang di masa depan dengan Inggris sebagian besar telah dibicarakan dan menghasilkan paket yang dapat segera dilegalkan.
“Satu-satunya isu besar adalah Gibraltar,” tutur diplomat UE.
Sementara itu, beberapa pejabat di Brussel menilai Sanchez sengaja membawa masalah Gibraltar untuk menarik hati masyarakat Spanyol menjelang Pemilu Daerah di kawasan selatan Andalusia pada 2 Desember 2018.
Pejabat di Brussels pun menyatakan bahwa setiap masalah Inggris dan UE akan diselesaikan di tingkat kepala negara dan memperingatkan agar Madrid tidak menempatkan Kesepakatan Brexit ke dalam risiko.
Sementara mengenai hubungan Inggris dan Irlandia, UE masih belum memberikan keterangan karena dinilai masih belum realitastis untuk saat ini.