Kabar24.com, JAKARTA – Perselisihan perdagangan yang mencuat antara Amerika Serikat (AS) dan China menyebabkan KTT Kerja Sama Ekonomi Asia Pasifik (APEC) yang telah berlangsung di Papua Nugini berakhir tanpa deklarasi akhir.
Dilansir dari Bloomberg, kegagalan kesepakatan untuk pernyataan simbolis tersebut serta merta menyurutkan harapan bagi Presiden AS Donald Trump dan Presiden China Xi Jinping untuk mencapai terobosan positif ketika mereka direncanakan akan bertemu dalam KTT G-20 di Argentina bulan ini.
Wang Xiaolong, seorang pejabat ekonomi senior dengan delegasi APEC China, mengatakan kegagalan untuk menyepakati pernyataan bersama tersebut tidak benar-benar merupakan penghambat antara dua negara tertentu.
Sebagian besar anggota, terangnya, menegaskan komitmen mereka untuk melestarikan sistem perdagangan multilateral serta mendukung WTO yang kuat dan berfungsi dengan baik.
"Terus terang, kami berada di tahap awal dari diskusi tersebut dan negara-negara yang berbeda memiliki ide berbeda tentang bagaimana melakukan proses itu,” kata Wang.
Namun, satu diplomat yang ambil bagian dalam perundingan itu mengatakan ketegangan antara AS dan China pecah ketika diplomat China, Wang Yi, menyatakan keberatan terhadap dua paragraf dalam draf dokumen.
Satu paragraf menyebutkan menentang "praktik perdagangan yang tidak adil" dan mereformasi WTO, sedangkan paragraf lainnya menyoroti pembangunan berkelanjutan.
“Kedua negara saling mendorong sehingga ketua tidak bisa melihat opsi untuk menjembatani mereka,” kata diplomat itu yang enggan dituliskan namanya, seperti dikutip Reuters.
Dalam pidatonya pada Sabtu (17/11), Wapres AS Mike Pence mengatakan tidak akan ada akhir bagi pengenaan tarif AS terhadap barang-barang China sampai Tiongkok mengubah cara kerjanya.
Pada hari Minggu (18/11), ketika meninggalkan ibukota Papua Nugini Port Moresby, Pence menjabarkan perbedaan-perbedaan AS dengan China.
"Mereka mulai dengan praktik perdagangan, dengan tarif dan kuota, transfer teknologi paksa, pencurian kekayaan intelektual. Lebih dari itu juga memengaruhi kebebasan navigasi di lautan dan soal hak asasi manusia," kata Pence kepada wartawan.
Untuk pertama kalinya sejak diadakan pada tahun 1993, pertemuan para pemimpin APEC pun tidak menghasilkan pernyataan akhir.
Perdana Menteri Papua Nugini, Peter O’Neill, mengarahkan pada dua negara besar yang berpartisipasi dalam pertemuan APEC tahun ini atas ketidaksepakatan tersebut.
“Kalian tahu dua raksasa yang di ruangan,” jawab O'Neill dalam sebuah konferensi pers, ketika ditanya negara mana dari 21 anggota APEC yang tidak sepakat.
O'Neill, yang berlaku sebagai ketua pertemuan tersebut, menjelaskan titik peliknya adalah tentang Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) dan kemungkinan pembaruannya dalam Deklarasi Para Pemimpin.
Menurut situs web resmi APEC, Deklarasi Para Pemimpin selalu dikeluarkan setelah pertemuan tahunan para pemimpin APEC digelar sejak 1993. Sebagai tuan rumah perhelatan ini, O'Neill selanjutnya akan merilis 'Chairman's Statement'.