Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Video Orangutan Soal Hutan Viral, RSPO pun Mencak-mencak

Lembaga sertifikasi kelapa sawit berkelanjutan, Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO), memukul balik jaringan supermarket asal Inggris, Iceland Foods Ltd. karena iklannya yang viral tentang deforestasi.

Bisnis.com, JAKARTA – Lembaga sertifikasi kelapa sawit berkelanjutan, Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO), memukul balik jaringan supermarket asal Inggris, Iceland Foods Ltd. karena iklannya yang viral tentang deforestasi.

Menurut asosiasi nirlaba yang menyatukan para pemangku kepentingan dari sektor industri minyak sawit tersebut, boikot minyak kelapa sawit tidak menghentikan kerusakan pada hutan hujan tropis (rainforest).

“Iceland seharusnya bekerja sama dengan industri guna memastikan ada standar berkelanjutan untuk minyak dan lemak yang dikonsumsi. Peritel seharusnya tidak menggampangkan isu deforestasi untuk menggunakannya sebagai gimik pemasaran,” kata CEO RSPO Darrel Webber dalam wawancara dari Borneo.

Seperti dilansir dari Bloomberg, video yang diluncurkan Iceland memperlihatkan kartun orangutan yang sedang menjelaskan kepada seorang gadis bahwa huniannya di hutan hujan tropis telah dihancurkan.

Video ini telah ditonton lebih dari 4 juta kali di YouTube dan mendapat 15 juta viewers di Facebook, dengan tagar #NoPalmOilChristmas yang menjadi trending di Twitter.

Iceland mengungkapkan telah menyingkirkan minyak sawit dari produk-produk dengan labelnya sendiri, seperti pizza, keripik kentang, dan pai daging.

Protes publik pun mencuat setelah iklan yang dibuat oleh Greenpeace ini diblokir untuk mengudara di televisi Inggris. Petisi yang menyerukan dicabutnya pemblokiran ini telah terkumpul sebanyak hampir 1 juta tanda tangan.

“Kami belum menyingkirkan minyak sawit dari makanan berlabel kami sendiri sebagai 'gimik pemasaran', tetapi untuk meningkatkan kesadaran publik tentang berlanjutnya kehancuran hutan hujan tropis,” jelas Richard Walker, direktur pelaksana Iceland, seperti dikutip Bloomberg.

“Dengan melakukan hal ini, kami berharap dapat memberikan tekanan pada industri minyak sawit untuk memberikan produk yang benar-benar berkelanjutan yang telah lama dijanjikan,” lanjut Walker.

Minyak kelapa sawit, yang digunakan dalam segala hal mulai dari minyak goreng sampai cokelat, lipstik dan sampo, memang sudah tidak asing dengan kontroversi.

Para petani telah dituduh menggunakan metode tebang dan bakar yang ilegal guna membersihkan lahan untuk perkebunan, menghancurkan hutan hujan tropis dan habitat hewan, serta mencemari air dan udara.

Hal tersebut menyebabkan pemerintah dan produsen berjuang untuk meningkatkan persepsi dan daya jual minyak sawit. Ini mendorong berdirinya RSPO pada tahun 2004 untuk memantau industri minyak sawit dan menetapkan standar untuk produksi yang berkelanjutan.

Menurut Webber, permintaan untuk sertifikasi minyak sawit berkelanjutan (CSPO) kemungkinan akan naik sekitar 12% tahun ini dibandingkan dengan 2017.

“Lembaga ini juga telah meluncurkan kriteria baru standarnya untuk mengatasi hak-hak pekerja, deforestasi (penggundulan hutan) dan masalah-masalah yang dihadapi oleh petani kecil, yang diharapkan akan sepenuhnya dilaksanakan pada 2020,” tuturnya.

Tetap saja, upaya yang dilancarkan RSPO dinilai belum berjalan cukup jauh.

“Sebagai peritel Inggris yang relatif kecil dengan daya beli terbatas, kami tidak percaya bahwa minyak sawit yang benar-benar berkelanjutan tersedia bagi kami di pasar yang besar,” ujar Walker.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Sutarno

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper