Bisnis.com, JAKARTA - Presiden Joko Widodo atau Jokowi kembali menganalogikan kondisi perekonomian dengan film.
Setelah menggunakan Thanos dari film Avengers: Infinity War untuk menganalogikan kondisi ekonomi global, Jokowi menggunakan menggunakan istilah dalam serial televisi Game of Thrones dalam pidato Pertemuan Tahunan International Monetary Fund - World Bank (IMF-WB) 2018.
Amerika Serikat menikmati pertumbuhan yang pesat, tapi banyak negara mengalami pertumbuhan lemah dan tidak stabil. Perang dagang makin melebar dan negara berkembang mengalami tekanan di pasar keuangan.
"Dengan banyak masalah cukup besar. Kita mengatakan winter is coming," kata Jokowi dalam sambutannya di Plenary Meeting Session, Jumat (12/10/2018).
Pidatonya itu mendapat respons dari banyak pihak, salah satunya komikus Hari Prast. Komikus yang pernah membuat komik Jokowi yang dikemas ala komik Tintin. Dalam ilustrasi tersebut, Hari terinspirasi dari pidato Jokowi yang menggunakan istilah Game of Thrones.
Ia mengilustrasikan sosok Jokowi mengenakan pakaian adat Bali berdiri dan memegang salah satu pedang yang menyusun Iron Throne--takhta besi yang disusun dar sekian banyak pedang.
Melengkapi gambar tersebut melalui akun Instagramnya, Jokowi menuturkan kembali soal kondisi perekonomian saat ini.
"Di hadapan para pemimpin dunia di Nusa Dua, Bali, pagi ini, saya menyatakan: Winter is Coming. Ya, Evil Winter yang ingin merusak dan menyelimuti seluruh dunia dengan es dan kehancuran datang tatkala para Great Houses, Great Families, sibuk bertarung satu sama lain," tulis Jokowi.
Ia melanjutkan, "Hubungan antara negara-negara ekonomi maju kini memang semakin terlihat seperti dalam serial Game of Thrones”. Sejumlah Great Houses, Great Families, bertarung hebat untuk mengambil alih kendali the Iron Throne. Seiring perputaran roda Mother of Thrones, satu Great House tengah berjaya, sementara House yang lain menghadapi kesulitan, lalu setelahnya, House yang lain berjaya, dengan menjatuhkan House yang lain lagi."
Analogi tersebut digunakan Jokowi untuk menggambarkan negara ekonomi maju saling berebut kendali dan mengalami keretakan, sehingga yang kemudian terjadi adalah masalah seperti harga minyak mentah yang meningkat drastis, serta kekacauan di pasar mata uang negara-negara berkembang.