Bisnis.com, JAKARTA – PT Merpati Nusantara Airlines (Persero) semakin optimistis maskapai penerbangan itu dapat beroperasi kembali jika lolos dari belenggu penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU).
Apalagi, menurut kuasa hukum PT Merpati Nusantara Airlines (debitur) Rizky Dwinanto, sudah ada mitra strategis yakni PT Intra Asia Corpora yang telah menunjukkan keseriusannya membantu perseroan itu bangkit kembali.
Dia mengatakan bahwa Merpati bersama Intra Asia Corpora juga sudah melakukan penandatanganan perjanjian bersama, berupa insurance bond.
Kesepakatan dalam bentuk asuransi itu, jelasnya, untuk mengikat atau mengamankan kesepakatan antara kedua belah pihak supaya bisa sampai pada tahapan perjanjian selanjutnya.
“Sudah ada perjanjian transaksi. Kami menandatangani, bentuknya insurance bond. Itu untuk men-secure perjanjian ini terlaksana, ada asuransinya, untuk menuju tahapan selanjutnya," ujarnya kepada Bisnis, Selasa (2/10).
Hanya saja, kata Rizky, Intra Asia Corpora berharap agar para kreditur Merpati menerima proposal perdamaian yang ditawarkan debitur pada saat voting atau pemungutan suara, sehingga PKPU berakhir damai.
Dengan demikian, lanjutnya, Intra Asia Corpora bisa berlanjut pada tahapan mendapatkan izin dari Dewan Perwakilan Rakyat dan pemerintah, yakni Kementerian BUMN, untuk bisa menyuntikkan dananya ke Merpati.
“Perjanjian ini, Intra Asia Corpora tidak ingin main-main. Setelah homologasi perdamaian didapatkan, lalu berlanjut untuk mendapatkan persetujuan dari pemerintah dan DPR maka bertahan meng-inject modal,” kata Rizky.
Dia menjelaskan rapat kreditur dengan agenda pemungutan suara akan berlangsung pada 11 September 2018 di Pengadilan Niaga Surabaya, Jawa Timur.
“InsyaAllah, ini positif ya. Kami optimistis supaya keinginan bersama Merpati terbang kembali terwujud. Kreditur menerima perdamaian dan mitra menyuntikkan modalnya,” ujarnya. KEMAJUAN PESAT
Dihubungi terpisah, pengurus PKPU Beverly Charles Pandjaitan mengatakan, kemajuan pesat yang dialami oleh Merpati Nusantara Airlines dengan mendapatkan investor, diharapkan PKPU-nya bisa berakhir dengan perdamaian pada agenda pemungutan suara.
“Khususnya keinginan dari kreditur yaitu para travel dan agen, ingin PKPU ini berakhir dengan perdamaian. Oleh karena itu, kami fokus dulu di PKPU ini supaya keinginan kreditur terakomodir. Makanya, kreditur minta pertambahan perpanjangan 14 hari lagi,” ujar dia.
Dari catatan Bisnis, masa PKPU Merpati Nusantara Airlines sudah mencapai 256 hari dari total 270 hari yang diberikan kepada perusahaan itu untuk merekstrukturisasi utangnya.
Pengamat penerbangan Alvien Lie, sebelumnya menilai sisa waktu PKPU tersebut memang harus dioptimalkan sebaik mungkin oleh Merpati untuk bernegosiasi dengan para kreditur agar proposal perdamaiannya dapat diterima.
"Kewajiban investor bukan hanya membayar kewajiban-kewajibanya saja, tetapi menghidupkan Merpati lagi. Investor serius tidak, jadi harapan-harapannya untuk masa depan Merpati bisa meyakinkan kreditur," kata Alvien.
Bila Merpati bisa lolos dari PKPU, jelasnya, maka tahap selanjutnya adalah maskapai itu harus memulai bisnis barunya. Apalagi, imbuhnya, sejak izin penerbangan dihentikan, Merpati sudah tidak memiliki pesawat lagi.
Hal senada diungkapkan oleh Arista Atmadjati. Pengamat penerbangan dan juga CEO Arista Indonesia Aviation Center (AIAC) ini mengatakan, apabila kreditur dan debitur Merpati berdamai, maka langkah selanjutnya adalah mengurus perizinan baru.
"Izin EOC [Emergency Operation Center] Merpati itu sudah mati dan harus dihidupkan lagi," kata dia.
Merpati Nusantara Airlines resmi berstatus PKPU sejak 6 Februari lalu, dengan register No. 4/Pdt.Sus-PKPU/PN.Sby atas permohonan PT Parewa Aero Katering, yakni perusahaan jasa makanan yang memasok katering ke maskapai tersebut dengan tagihan piutang mencapai Rp60 miliar.
Dalam permohonanya, PT Parewa Aero Katering mengikusertakan dua kreditur lain yakni PT Kirana Mitra Mandiri, dan PT Pratitha Titian Nusantara.
Alasan majelis mengabulkan permohonan PKPU lantaran PT Merpati Airlines bukan 100% Badan Usaha Milik Negara. Adapun 10% saham dari perusahaan dirgantara ini turut dimiliki oleh publik, termasuk di dalamnya yaitu PT Garuda Indonesia (Persero).
Dengan demikian, permohonan PKPU PT Merpati Airlines tidak perlu diajukan oleh Menteri Keuangan.
Oleh karena itu, permohonan dari PT Parewa Katering tidak memiliki alasan untuk ditolak berdasarkan Pasal 2 ayat 5 Undang-undang No. 37/2004 tentang Kepailitan dan PKPU.
Setelah melewati proses pencocokan utang, Merpati Airlines kemudian memiliki utang kepada kreditur lain sebanyak Rp10,03 triliun yang tersebar di kreditur separatis, konkuren, dan preferen.
Dari catatan Bisnis, kreditur separatis atau pemegang jaminan mencatatkan piutang sebesar Rp3,33 triliun dengan pemilik tagihan terbesar dari Kementerian Keuangan senilai Rp2,1 triliun.
Adapun, tagihan dari kreditur konkuren tanpa jaminan sebesar Rp5,62 triliun dan terakhir dari tagihan kreditur preferen senilai Rp1,08 triliun yang berasal dari eks karyawan dan kantor pajak.
Dalam perjalanan waktu, pemerintah sempat membatalkan rencana pemberian dana segar kepada Merpati Nusantara Airlines untuk membantu restrukturisasi utang yang tengah dijalani perusahaan itu di PN Surabaya.