Bisnis.com, ILLINOIS -- Mantan Presiden Amerika Serikat Donald Trump menyerang Presiden Donald Trump dan Partai Republik, dia mendesak Demokrat untuk membahas penyalahgunaan kekuasaan yang dilakukan oleh pemerintahan Trump serta mengembalikan nilai moral pada ranah politik AS dengan memberikan suara dalam pemilihan umum pada November mendatang.
Dilansir Reuters, dalam pidatonya yang keras dan tidak biasa terhadap Trump, Obama mengatakan orang-orang Amerika hidup dalam masa yang berbahaya dan menuduh Partai Republik telah mengancam demokrasi, memecah belah negara, merusak aliansi global dan terlalu akrab dengan Rusia.
"Dalam dua bulan ini kita memiliki kesempatan, bukan kepastian, tapi kesempatan untuk mengembalikan keserasian dan kewarasan dalam politik negara ini," ujarnya dalam sebuah pidato di University of Illinois, Jumat (7/9).
"Sebenarnya hanya ada satu solusi bagi kebijakan yang buruk dan penyalahgunaan kekuasaan, yaitu Anda dan suara Anda," tambahnya.
Kedua partai mendesak pendukung loyal mereka untuk ikut serta dalam pemilihan umum pada 6 November 2018.
Demokrat membutuhkan 23 kursi di Dewan Pewakilan dan 2 kursi di senat untuk mendapatkan suara mayoritas dalam Kongres dan menghentikan agenda Trump.
Baca Juga
Sifat low-profile Obama sejak meninggalkan Gedung Putih pada Januari 2017 membuat frustasi sejumlah tokoh Demokrat.
Namun kali ini dia muncul dengan suara lantang menuduh Partai Republik tidak menjaga demokrasi atau berusaha untuk memperbaiki kebijakan Trump yang sering berakibat buruk.
Menurutnya kini hal tersebut menjadi tugas warga negara dengan hak pilih.
"Pada akhirnya, ancaman terhadap demokrasi tidak hanya datang dari Donald Trump atau kelompok Partai Republik yang saat ini menguasai Kongres," ujarnya. "Ancaman terbesar bagi demokrasi adalah ketidakpedulian. Ancaman terbesar bagi demokrasi kita adalah sinisme."
Trump menganggap remeh pidato Obama tersebut.
"Maaf, saya menontonnya tetapi saya tertidur," ujarnya saat penggalangan dana di North Dakota. "Menurut saya, [pidatonya] sangat enak untuk tidur."
Pemilihan umum November mendatang merupakan referendum bagi Trump yang telah memenuhi janji kampanye untuk memotong pajak dan regulasi tetapi pada saat yang sama pemerintahannya harus menghadapi penyelidikan khusus terkait campur tangan Rusia pada pemilihan presiden 2016.
Kelayakan Trump untuk bertugas di Gedung Putih juga menjadi pertanyaan di kalangan masyarakat bahkan beberapa tokoh di dalam pemerintahannya.
Obama mengolok-olok Trump karena mengambil kredit atas keberhasilan ekonomi yang sebenarnya dimulai sejak pemerintahan Obama.
Dia mengatakan bahwa Trump telah mengeksploitasi ketakutan budaya dan kemarahan ekonomi yang tumbuh dalam beberapa tahun terakhir di tengah pergolakan masyarakat.
"Hal ini tidak dimulai karena Donald Trump. Dia adalah gejala, bukan penyebabnya," kata Obama. "Dia hanya memanfaatkan kebencian yang telah mengaburkan politisi selama bertahun-tahun."