Bisnis.com, JAKARTA – Hubungan bilateral antara Indonesia dan Ekuador semakin kuat yang ditandai dengan dibukanya perwakilan RI di Quito pada 2010. Upaya pengembangan jaringan dan pengenalan citra yang positif pun digencarkan untuk menciptakan kedekatan kedua negara. Untuk membahas strategi peningkatan kerja sama, Bisnis mewawancarai Diennaryati Tjokrosuprihatono, Duta Besar RI untuk Ekuador. Berikut petikannya:
Apa saja milestone penting dalam hubungan Indonesia dan Ekuador?
Secara politis, Indonesia dan Ekuador memang telah membuka hubungan diplomatik sejak 1980, tetapi pembukaan perwakilan di masing-masing negara belum terlalu lama dilakukan.
Untuk itu, salah satu milestone penting dari kedua negara tentunya adalah pembukaan perwakilan RI di Quito pada 2010 dan pembukaan perwakilan Ekuador di Jakarta pada 2004.
Selain pembukaan perwakilan, peristiwa penting lain adalah kunjungan tingkat tinggi, baik pada level kepala negara maupun menteri dan parlementer. Presiden Ekuador terdahulu, Rafael Correa pernah melakukan kunjungan ke Indonesia pada 2007 dan Presiden SBY telah melakukan kunjungan balasan pada 2012.
Begitu juga dengan saling kunjung Menteri Luar Negeri dan beberapa Menteri lain, yang menunjukkan adanya interest kedua negara untuk saling bekerja sama.
Bagaimana hubungan Indonesia dengan Ekuador sejak perwakilan RI dibuka?
Sejak dibukanya perwakilan, hubungan kedua negara semakin aktif di berbagai bidang. Pada tahun lalu, kami telah melaksanakan Forum Konsultasi Bilateral dan Sidang Komisi Bersama.
Adapun tujuannya adalah untuk membahas mengenai isu-isu kerja sama di berbagai bidang, terutama mengenai sejumlah MoU kerja sama di bidang pertahanan, ekonomi, pertanian, penanganan bencana, pariwisata, dll.
Apa saja hal-hal yang menjadi program prioritas Anda sebagai dubes?
Sebagai perwakilan yang cenderung masih berusia muda, dan satu-satunya perwakilan Asean di Ekuador, tentunya KBRI masih perlu membangun penopang dasar untuk beroperasi di Ekuador.
Upaya yang dilakukan adalah pembangunan network dan citra Indonesia di Ekuador. Jujur saja, pengetahuan masyarakat kedua negara terhadap satu sama lain masih sangat minim. Tidak heran kalau masyarakat Ekuador mengira bahwa Indonesia adalah bagian dari Singapura, India atau malah Malaysia.
Sebagian kecil pernah mengenal dan datang ke Bali, tetapi belum paham kalau Bali adalah bagian dari Indonesia. Oleh sebab itu, kedua hal itulah yang ingin saya bangun, dan saya yakin akan menjadi katalisator yang penting untuk pengembangan hubungan ekonomi, politik maupun sosial budaya.
Adakah tugas khusus yang diamanatkan pemerintah kepada Anda?
Saya merupakan dubes kedua yang ditempatkan di Ekuador. Selain tentunya untuk mempertahankan hubungan politis yang sudah sangat baik, pemerintah juga mengamanatkan saya untuk dapat meningkatkan citra serta mempromosikan Indonesia kepada masyarakat Ekuador.
Selain itu, diplomasi ekonomi terkait dengan perdagangan, investasi dan pariwsata tentunya merupakan pesan pemerintah untuk setiap kepala perwakilan RI dunia.
Apakah perekonomian merupakan isu yang paling ditekankan pemerintah?
Isu perekonomian memang merupakan isu yang paling ditekankan. Sebagai kepala perwakilan di Amerika Selatan seperti Ekuador, salah satu tugas kami adalah membuka pasar nontradisional terhadap produk-produk Indonesia.
Ini tentu sangat challenging, karena kedua negara bukanlah pasar mainstream masing-masing. Ekuador sendiri cenderung memfokuskan hubungan ekonominya dengan negara-negara seperti AS, Kanada, China, negara-negara Amerika Selatan lain, serta beberapa negara di Eropa.
Nilai perdagangan RI dan Ekuador dalam kurun 5 tahun terakhir menunjukkan peningkatan yang ditopang sektor nonmigas, apa saja komoditas unggulan yang berkontribusi terhadap pencapaian tersebut?
Memang benar, dalam 5 tahun terakhir, nilai perdagangan Indonesia dan Ekuador meningkat. Pada 2013—2017, perdagangan meningkat rerata 7%, dengan puncak perdagangan pada 2017 sebesar US$148 juta.
Memang jumlah ini belum terlalu signifikan. Namun, kami positif dengan semakin meningkatnya hubungan bilateral serta mulai membaiknya perekonomian Ekuador sedikit demi sedikit, nilai ini akan terus meningkat.
Adapun, komoditas ekspor utama Indonesia ke Ekuador adalah kendaraan dan suku cadang, kertas, karet, peralatan medis, dan sebagainya.
Bagaimana strategi Anda untuk terus meningkatkan kerja sama perdagangan?
Strategi saya adalah untuk terlebih dahulu memperkenalkan Indonesia serta meningkatkan network. Seperti yang telah saya jelaskan, kedua negara belum terlalu mengenal satu sama lain, begitu pula dengan para pengusahanya.
Di sinilah KBRI bekerja untuk meningkatkan kecintaan masyarakat Ekuador dengan Indonesia, hingga akhirnya timbul kepercayaan dan keinginan terhadap produk Indonesia.
Apa saja hambatan yang dihadapi dalam upaya peningkatan perdagangan?
Kita memang masih memiliki hambatan yang sangat besar, yaitu di samping terbatasnya informasi dan jarak tempuh yang jauh, juga disebabkan masih besarnya safeguard di antara kedua negara.
Pajak Ekuador, termasuk salah satu yang besar di kawasan Amerika Selatan, karena mereka saat ini sangat bergantung pada penerimaan tersebut. Salah satu contoh yang nyata dirasakan oleh konsumen adalah VAT , sebesar 12%, yang pada 2 tahun sebelumnya sempat dinaikkan menjadi 14%.
Ekuador juga memberlakukan special consumption tax (ICT) untuk berbagai barang-barang mewah seperti kendaraan bermotor, peralatan mesin, minuman beralkohol, cerutu, dan sebagainya.
Untuk produk makanan dan pertanian pun terdapat prosedur birokratis yang panjang karena harus melewati otorisasi Kementerian Pertanian & Peternakan, Kementerian Perikanan, serta Kementerian Kesehatan.
Untuk produk makanan, Ekuador memiliki ketentuan tersendiri terkait dengan kemasan makanan, mengingat produk harus dapat menaruh label khusus tingkat kadar lemak, gula, dan garam. Hal ini tentu saja mempersulit produsen yang ingin mengekspor produk makanan, karena harus menyesuaikan dengan kemasan Ekuador.
Apa langkah yang harus dilakukan untuk mengatasi persoalan tersebut?
Untuk mengatasi isu-isu tersebut, kami mengharapkan agar Work Group on Trade and Investment (WGTI) di kementerian perdagangan kedua negara dapat segera dilaksanakan. Pada pertemuan inilah, hambatan-hambatan perdagangan dapat dinegosiasikan.
Bagaimana Anda melihat peluang kerja sama kedua negara ke depan, khususnya terkait investasi?
Ada banyak peluang kerja sama investasi, khususnya investasi Indonesia di Ekuador. Area yang menurut saya sangat potensial adalah migas, hidroelektrik serta pertambangan. Ini karena Ekuador sangat kaya akan komoditas tersebut, tetapi belum memiliki kapasitas maupun modal yang cukup untuk mengembangkannya.
Begitu juga investasi pembangunan jalan dan perumahan rakyat, karena Pemerintah Ekuador sedang menjalankan proyek pembangunan perumahan yang layak untuk semua.
Adakah hambatan-hambatan investasi bagi pemodal asing di sana?
Indonesia beberapa kali sudah berupaya menjajaki hal tersebut , tetapi dikarenakan banyak lahan migas maupun pertambangan Ekuador berada di wilayah masyarakat pribumi, seringkali terhambat di masalah tersebut.
Namun, saat ini Pemerintah Ekuador telah berhasil menyelesaikan isu tersebut sambil tetap mengedepankan hak-hak masyarakat indigenous, sehingga isu ini tidak lagi menjadi penghambat.
Adakah harapan tertentu yang disampaikan pebisnis Indonesia kepada Anda?
Salah satu yang membuat saya senang, pebisnis Indonesia kini mulai melirik pasar Amerika Selatan. Banyak yang tengah mencari-cari kontak atau mitra dengan pengusaha atau importir Ekuador.
Akan tetapi, ini masih terkendala kepercayaan dan pengenalan terhadap produk Indonesia. Untuk itu, pebisnis Indonesia berharap pemerintah dapat segera membuat perjanjian kerja sama perdagangan agar hambatan perdagangan kedua negara dapat dikurangi.
Apa saja perjanjian antara Indonesia dan Ekuador yang akan Anda matangkan?
Ada beberapa draf kerja sama dalam tahap negosasi dan kami harapkan dapat segera dimatangkan. Perjanjian tersebut antara lain perjanjian kerja sama industri pertahanan, pendidikan, perminyakan, pertanian, pariwisata, penanganan bencana, penghindaraan pajak berganda, kebudayaan serta sister city antara Bandung dan Cuenca.
Bagaimana strategi agar berbagai perjanjian itu menghasilkan kerja sama yang konkret?
Selama ini KBRI secara aktif berupaya menjadi penghubung maupun pendorong bagi institusi-institusi kedua negara agar dapat memfinalkan perjanjian tersebut.
Bagaimana strategi Anda mempromosikan potensi pariwisata Indonesia?
Saya melihat karakteristik wisatawan Ekuador ke Indonesia cukup berbeda dengan negara-negara lain. Yang bisa dipastikan, mengingat jauh serta mahalnya biaya untuk ke Indonesia, kebanyakan wisatawan Ekuador merupakan wisatawan high-end atau setidaknya menengah ke atas.
Dengan demikian, walau secara kuantitas tidak terlalu besar, secara kualitas wisatawan-wisatawan ini mengeluarkan biaya yang besar di Indonesia. Untuk itu, pendekatan yang kami lakukan tentunya juga berbeda.
Pendekatan seperti apa yang Anda gunakan?
Pertama, KBRI aktif berpartisipasi dalam berbagai kegiatan baik bazar rakyat maupun kegiatan promosi bagi high-end people di hotel berbintang. Di samping itu, juga menjadikan resepsi diplomatik sebagai ajang promosi.
Demikian pula perayaan hari besar keagamaan seperti perayaan Idul fitri maupun Natal dan Tahun Baru dapat digunakan untuk memperkenalkan Indonesia dengan keragaman budaya, aneka gastronomi dan kerukunan beragama.
KBRI juga memberanikan diri menjadi guest country dalam Festival Artasenian Internasional seluruh Amerika Selatan di Kota Cuenca selama sebulan dengan memamerkan handycraft Indonesia di museum CIDAP.
Selain itu, KBRI berupaya mendekati whole-seller ataupun travel agent terkemuka Ekuador untuk menjual paket ke Indonesia. Pendekatan ini dilakukan secara personal maupun melalui forum bisnis pariwisata
Apa saja hal yang masih menjadi tantangan dalam hubungan bilateral ini?
Tantangan utama yang ada saat ini adalah masih minimnya pengetahuan masyarakat kedua negara. Hal ini tentunya membuat area kerja sama menjadi terbatas.
Selain itu, besarnya hambatan perdagangan juga menyebabkan business to business contact juga menjadi terhambat. Oleh sebab itu, kami berusaha keras untuk membuka, pasar nontradisional ini untuk memperkenalkan budaya Indonesia kepada masyarakat Ekuador dan menciptakan ketertarikan mereka terhadap Indonesia.
Jika hal ini bisa tercapai, saya rasa dengan sendirinya, permintaan terhadap produk Indonesia maupun area kerja sama lain akan menjadi lebih mudah.
BIODATANama: Diennaryati TjokrosuprihatonoTempat/Tanggal Lahir: Paris, 3 Januari 1954Riwayat Pendidikan:- Sarjana Psikologi dari Fakultas Psikologi Universitas Indonesia (1973—1978)- Magister Psikologi di Pascasarjana Universitas Indonesia (1990)Riwayat Karier:- Duta Besar LBBP RI untuk Ekuador (2016—Sekarang)- Anggota Dewan Pertimbangan Adipura, Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup (2015—2016)- Wakil Dekan Bidang Non Akademik Fakultas Psikologi Universitas Indonesia (2004—2008)- Badan Pengawas LPT, Universitas Indonesia (2004—2008)- Sekretaris Eksekutif Badan Pengembangan dan Pengelolaan Wira Usaha Universitas Indonesia (2001—2004)- Wakil Dekan Bidang Penelitian, Kerjasama dan Pengembangan Fakultas Psikologi Universitas Indonesia (1997—2004)- Staf Pengajar Fakultas Psikologi Universitas Indonesia tingkat Sarjana, Magister dan Profesi (1984—2016)- Konsultan Senior Esa Nara Yasa (1980—2006)
*) Artikel dimuat di koran cetak Bisnis Indonesia edisi Selasa (4/9/2018)