Bisnis.com, JAKARTA — Sejak dibukanya hubungan diplomatik pada 1954, hubungan Indonesia-Austria semakin berkembang ke arah yang positif. Untuk menggali strategi peningkatan kerja sama, Bisnis mewawancarai Darmansjah Djumala Duta Besar RI untuk Austria merangkap Slovenia dan Wakil Tetap RI untuk PBB dan Organisasi Internasional lainnya di Wina. Berikut petikannya:
Bagaimana perkembangan hubungan bilateral Indonesia dan Austria?
Indonesia dan Austria memiliki hubungan yang baik. Kedua negara telah membuka hubungan diplomatik sejak 1954, atau 9 tahun setelah Indonesia merdeka. Tidak pernah ada isu spesifik yang menjadi batu sandungan di antara kedua negara. Salah satu bidang kerja sama yang menonjol adalah dialog lintas agama dan budaya, mengingat isu ini relevan bagi kedua belah pihak.
Indonesia sebagai negara multikultur dan Austria sebagai negara yang menghadapi persoalan migrasi berbagi pandangan mengenai pengalaman dan lesson learned. Selain itu, Austria dan Slovenia juga mendukung kiprah Indonesia di berbagai organisasi internasional, termasuk menjadi anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB 2019-2020.
Apa visi dan misi besar yang Anda bawa untuk memperkuat hubungan Indonesia-Austria?
Satu hal yang diamanatkan Presiden, yaitu politik luar negeri harus membumi, tidak boleh berjarak dengan kepentingan rakyat, maka diplomasi yang dilakukan adalah diplomasi pro-rakyat, atau diplomasi membumi.
Untuk melaksanakannya,diplomasi harus selalu diarahkan pada upaya meningkatkan kerja sama konkret di berbagai bidang yang memberi manfaat bagi peningkatan kesejahteraan rakyat, baik secara bilateral antara Indonesia dengan Austria dan Slovenia, maupun secara multilateral di badan-badan PBB dan berbagai organisasi internasional yang ada di Wina.
Jadi, visi saya adalah membumikan diplomasi bilateral dan multilateral melalui KBRI Wina.
Bagaimana penerapannya?
Dalam rangka mencapai visi tersebut, terdapat bidang-bidang yang harus digarap. Di bidang politik, misalnya, saya ingin mempromosikan citra Indonesia sebagai negara demokratis dengan mayoritas warga muslim yang menghargai keberagaman.
Di tengah meningkatnya Islamofobia di Eropa, hal ini sangat penting untuk dikedepankan agar publik Eropa mengetahui bahwa di Indonesia, Islam dapat beriringan secara harmonis dengan demokrasi dan multikulturalisme.
Apa program prioritas Anda di bidang ekonomi?
Di bidang ekonomi, target utama saya tentu saja adalah TTI . Kita ingin meningkatkan kerja sama perdagangan, pariwisata, dan investasi di antara kedua negara. Selain itu, kita juga ingin mendorong kerja sama keuangan untuk mendukung pembangunan infrastruktur di Indonesia dan mengembangkan kerja sama industri kreatif. Hal-hal tersebut dapat membawa manfaat konkret bagi rakyat.
Apakah isu mengenai perekonomian merupakan isu yang paling ditekankan Pemerintah?
Ekonomi sudah tentu menjadi isu penting setelah isu dukungan kedaulatan telah tercapai. Untuk meningkatkan hubungan baik dengan Austria dan Slovenia di bidang perekonomian, kita melakukan promosi produk-produk unggulan Indonesia ke pasar Austria dan Slovenia, promosi pariwisata, kuliner dan budaya juga terus dilakukan.
Kita juga mengundang kalangan bisnis kedua negara untuk berinvestasi jangka panjang di negara kita, dan mendukung pembangunan Indonesia. Kita juga memanfaatkan keanggotaan kita di berbagai organisasi internasional untuk mendukung upaya kemandirian tersebut dengan menyiapkan tenaga-tenaga ahli di berbagai bidang melalui banyak program capacity building.
Adakah harapan tertentu yang disampaikan Pemerintah Austria?
Harapan yang disampaikan tidak bersifat spesifik tetapi umum, yaitu bagaimana saya sebagai Duta Besar Indonesia untuk Austria dapat meningkatkan hubungan kedua negara di berbagai bidang. Saya rasa ini juga menjadi harapan Pemerintah Indonesia. Di tengah arus deras globalisasi saat ini, semua negara berlomba-lomba untuk menjalin hubungan baik dengan sebanyak mungkin negara, dengan harapan hubungan baik tersebut dapat mendatangkan manfaat yang nyata bagi mereka. Indonesia tentu tidak terkecuali.
Bagaimana anda melihat peluang kerja sama kedua negara ke depannya, khususnya terkait investasi?
Austria dan Slovenia memiliki karakteristik yang berbeda. Secara politik dan ekonomi, Austria jauh lebih maju dibandingkan dengan Slovenia yang merupakan pecahan Yugoslavia. Dengan GDP per kapita US$52.558, Austria memiliki kemampuan ekonomi yang lebih kuat dibandingkan dengan Slovenia dengan GDP per kapita sebesar US$34.802 .
Dengan demikian, Austria lebih mapan dengan banyak perusahaan kelas dunia seperti Red Bull, Swarovski, dan Andritz Hydro, sedangkan Slovenia memiliki ekonomi yang baru tumbuh dan selalu ingin mencoba hal baru.
Bagi kalangan dunia usaha Austria dan Slovenia, sektor e-commerce dan sektor ekonomi kreatif di Indonesia menjadi salah satu sektor yang menarik bagi investor. Pengembangan 10 destinasi wisata baru di Indonesia juga dianggap menarik bagi investor.
Jika melihat data Kemendag, nilai perdagangan kedua negara pada 2017 menurun jika dibandingkan pada 2016. Bagaimana strategi anda untuk meningkatkan kerja sama perdagangan?
Naik-turunnya perdagangan antara dua negara merupakan suatu hal yang lazim dialami dalam hubungan bilateral. Hal tersebut dipengaruhi banyak hal, baik domestik masing-masing negara, maupun tekanan ekonomi global yang kini diwarnai dengan perang dagang antara Amerika Serikat dengan China. AS juga memberlakukan penaikan tarif impor ke industri baja Eropa yang mempengaruhi perekonomian negara-negara Uni Eropa.
Di lain pihak, secara domestik negara-negara Uni Eropa, khususnya Austria dan Slovenia, pemilunya dimenangkan oleh kalangan tengah-kanan atau ultra kanan yang memiliki pandangan ke dalam (inward looking), memprioritaskan ekonomi domestik dan hubungan dengan sesama negara Eropa. Hal tersebut secara langsung menurunkan hubungan dengan mitra-mitranya di luar kawasan Eropa.
Kita harapkan kondisi ini hanya bersifat sementara, dan Eropa dapat pulih kembali seperti semula. Untuk mempersiapkan hal tersebut, kita terus gencarkan promosi di semua lini. Kita juga berpatisipasi dalam berbagai pameran di Austria dan Slovenia, bertemu dengan kalangan bisnis, mengadakan event-event untuk mempromosikan berbagai produk unggulan Indonesia antara lain furniture dan kopi ke kalangan pemerintah, bisnis dan masyarakat umum di Austria dan Slovenia.
Menurut anda potensi bisnis apa saja yang bisa digarap badan usaha atau pebisnis Indonesia di Austria atau sebaliknya?
Sebagai negara maju, Austria memiliki potensi yang sangat besar untuk menjadi investor di berbagai bidang di Indonesia. Austria sangat kuat di bidang industri baja, transportasi, industri kimia, peralatan medis dan teknologi energi terbarukan seperti pengolahan sampah menjadi listrik, tenaga angin, dan hydropower. Bidang-bidang tersebut juga merupakan bidang yang sangat potensial untuk terus dikembangkan di Indonesia.
Bagi dunia usaha Indonesia, Austria juga memiliki potensi pemasaran produk unggulan kita seperti furniture dan kopi. Setelah diberlakukannya FLEGT License bagi produk kayu asal Indonesia, ekspor Indonesia ke Austria naik 258%.
Selain itu, promosi untuk produk unggulan Indonesia seperti kopi, mebel, dan tekstil juga terus dilakukan melalui berbagai kegiatan. Kadin Indonesia dan Austria pada 2016 telah menandatangani MoU untuk mendorong kerja sama antara kalangan bisnis kedua negara.
Adakah harapan tertentu yang disampaikan pebisnis Indonesia kepada anda?
KBRI menerima banyak permintaan dari kalangan pebisnis Indonesia maupun dari Austria dan Slovenia. Mulai dari surat referensi untuk kontrak kerja sama, informasi pasar, dukungan pemasaran produk, sampai meminta dicarikan mitra dagang di Austria dan Slovenia, dan sebaliknya. Semua permintaan dan harapan dari kalangan pengusaha kami terima dengan baik dan kami selalu berupaya mencarikan solusi yang terbaik dari setiap permintaan tersebut.
Menurut Anda apa saja hal yang masih menjadi penghalang atau tantangan dalam hubungan bilateral Indonesia dengan Austria?
Jika bicara tantangan kita perlu memilah-milahnya dalam beberapa bidang. Di sektor perdagangan, misalnya, kondisi geografis Austria yang merupakan negara tanpa pantai (land-locked) menyulitkan lalu-lintas barang yang harus melewati pelabuhan.
Di sektor pariwisata, rata-rata wisatawan dari Austria adalah orang-orang yang berwisata dengan tujuan kenyamanan, bukan petualangan, seperti orang-orang sepuh yang ingin menghabiskan waktu bersenang-senang, sehingga beberapa destinasi wisata kita kurang cocok buat mereka.
Apa saja perjanjian antara Indonesia dan Austria yang akan anda matangkan? Bagaimana strategi Anda agar berbagai perjanjian tersebut menghasilkan kerja sama yang konkret?
Saat ini ada beberapa perjanjian kerja sama yang telah ditandatangani dan sedang dalam tahap pelaksanaan. Sebagai sebuah dokumen, perjanjian kerja sama hanya akan bermanfaat apabila dilaksanakan dan dimanfaatkan, sebesar-besarnya bagi rakyat banyak.
MoU dalam bidang transportasi, bidang energi terbarukan adalah dua perjanjian yang tengah dilaksanakan kegiatannya dalam bentuk studi sektor transportasi, dan perbaikan fasilitas pembangkit listrik di Indonesia, serta penelitian mengenai pemanfaatan arus laut untuk listrik, bekerja sama dengan sektor swasta.
Dalam bidang keuangan, kita akan memperbarui perjanjian yang memungkinkan pemberian hibah dan pinjaman lunak dari Austria bagi berbagai proyek pembangunan yang menjadi prioritas nasional seperti penyediaan air minum, pengelolaan limbah, pendidikan dan pelatihan kejuruan, infrastruktur, solusi e-government, dan kesehatan.
Pada bidang Ilmu pengetahuan, riset teknologi dan pendidikan tinggi, tengah dilaksanakan MoU yang memberikan beasiswa bagi mahasiswa Indonesia tingkat S3 (Ph.D) untuk melanjutkan studi di berbagai bidang keilmuan di banyak universitas Austria.
Selain menjadi Dubes, Anda juga menjadi Ketua Dewan Gubernur Badan Tenaga Atom Internasional (International Atomic Energy Agency/IAEA), apa saja sasaran yang ingin Anda capai sebagai Ketua Dewan Gubernur IAEA?
Memang betul, saat ini Indonesia tengah mengemban amanah sebagai Ketua Dewan Gubernur IAEA periode 2017--2018. Saya selaku Dubes RI Wina yang juga sekaligus Wakil Tetap RI untuk Badan-badan PBB di Wina menjalankan amanah tersebut.
Yang utama, tentu saja saya harus dapat menjalankan tugas sebagai Ketua Dewan Gubernur dengan baik. Jika sukses, maka nama Indonesia juga akan ikut baik dan semakin dihargai oleh negara lain. Nama baik, meski bukan segalanya, amat penting dalam diplomasi.
Sebagai Ketua, saya bertugas memimpin jalannya pertemuan-pertemuan Dewan Gubernur IAEA dalam rangka mengambil kebijakan dan keputusan strategis, seringkali isu yang dibahas tidak mudah karena melibatkan perbedaan pandangan tajam antara negara-negara maju dan negara-negara berkembang.
Biasanya isunya berkutat pada keseimbangan antara aspek safeguards dan security di satu sisi dengan aplikasi nuklir dan kerja sama teknis di sisi yang lain, terutama dalam kaitannya dengan alokasi anggaran.
Apa yang Anda lakukan untuk mengatasi persoalan tersebut?
Seringkali perlu diupayakan kompromi-kompromi tertentu agar tercapai konsensus. Dalam hal ini, saya sebagai ketua harus dapat bersikap netral dan menjadi jembatan (bridge builder) antara negara maju dan negara berkembang, dan terkadang juga antara negara-negara anggota dengan Sekretariat IAEA dalam rangka mencapai konsensus.
Hal ini sangat penting mengingat di IAEA tradisi konsensus sangat dipertahankan. Hampir semua keputusan yang dibuat di Dewan Gubernur didasarkan pada konsensus.
Sementara itu, sebagai Wakil Tetap RI yang terakreditasi dengan IAEA, saya juga punya misi untuk memperjuangkan kepentingan Indonesia di IAEA.
Diplomasi Indonesia di IAEA membuktikan bahwa diplmoasi multilateral dapat membawa manfaat konkret bagi rakyat di bidang pembangunan dan pemajuan kesejahteraan dengan memanfaatkan teknologi dan aplikasi nuklir untuk tujuan damai. Hal itu dilakukan melalui kerja sama teknis antara IAEA dengan Indonesia di berbagai bidang, seperti kesehatan, pertanian, peternakan, perikanan, dan lain sebagainya.
Pada saat awal mengemban tugas sebagai Duta Besar RI untuk Austria, bagaimana strategi Anda untuk melakukan pendekatan kepada elite pejabat, pengusaha, atau masyarakat setempat?
Strategi saya sebetulnya sederhana, yaitu mulai dengan penawaran, dalam artian saya menawarkan kepada mereka apa yang bisa saya bantu. Saya yakin potensi itu selalu ada dan jumlahnya tidak sedikit, tinggal kita yang harus pintar-pintar menemukan dan mengarahkannya ke jalur yang tepat. Pasti ada pejabat, pengusaha, atau masyarakat Austria yang tertarik atau berminat dengan Indonesia.
Hal itu dikarenakan mereka melihat ada potensi keuntungan yang bisa didapatkan, entah itu keuntungan material ataupun non-material, makanya saya menawarkan bantuan kepada mereka.
Setelah itu bagaimana tindak lanjutnya?
Setelah mengetahui keinginan mereka, kemudian saya lihat apakah dengan membantu mereka ada pihak-pihak di Indonesia yang juga diuntungkan? Misalnya kalau saya bantu pengusaha Austria, apakah ada pengusaha Indonesia yang juga diuntungkan? Apakah keuntungan itu dapat juga dirasakan manfaatnya oleh rakyat kebanyakan? Kalau iya berarti itu namanya saling menguntungkan, atau simbiosis mutualisme, maka jadilah barang itu.
Di situlah esensi diplomasi, yaitu ketika kedua belah pihak merasa diuntungkan. Setelah kepercayaan terbangun di antara kedua pihak, akan lebih mudah bagi saya untuk mendorong agenda-agenda yang telah saya rancang.
Adakah pengalaman menarik selama Anda mengemban tugas sebagai Dubes RI untuk Austria?
Hal paling unik sebagai Duta Besar RI di Austria adalah status ganda yang disandang, sebagai Keppri bilateral sekaligus sebagai Wakil Tetap RI di PBB atau Keppri multilateral.
KBRI Wina adalah satu-satunya perwakilan bilateral yang secara resmi merangkap sebagai perwakilan multilateral. Di New York atau Jenewa, Wakil Tetap-nya tidak merangkap sebagai Dubes untuk AS atau Swiss, tetapi di Wina ini Wakil Tetapnya merangkap sebagai Dubes untuk Austria dan Slovenia.
Dari status ganda itu kita jadi bisa menjalani dua macam diplomasi sekaligus, yaitu diplomasi bilateral dan diplomasi multilateral. Jadi urusan yang saya tangani sangat bervariasi.
Suatu kali saya memimpin sidang di PBB, lain waktu saya mengunjungi peternak sapi di pedalaman Sumatra. Di kesempatan berbeda, saya memimpin sidang mengenai nuklir dan keamanan internasional, tiba-tiba beberapa jam kemudian saya membuka pertunjukan gamelan, dan kemudian lain hari saya membuka pameran kopi. Dari kegiatan yang sangat variatif tersebut saya berjumpa dengan orang-orang yang menarik dan memperoleh pengalaman yang menarik pula.
Menurut Anda apa saja hal-hal menarik dari Austria yang bisa ditiru atau diterapkan di Indonesia?
Saya rasa hal paling menonjol dari Austria adalah perfeksionisme mereka. Dari dulu masyarakat Austria selalu total dan perfeksionis dalam mengerjakan sesuatu. Hal ini bisa kita lihat misalnya pada bangunan-bangunan kuno warisan masa lalu yang dibangun ratusan tahun silam.
Pada bangunan-bangunan yang masih terawat apik hingga sekarang kita bisa melihat cermin keanggunan, kesempurnaan, ketelitian, kesabaran, dan dedikasi terhadap pekerjaan. Perfeksionisme itu juga yang mereka terapkan dalam mengelola negara dan ibu kotanya, maka tak heran jika baru-baru ini Wina dinobatkan sebagai kota paling layak huni (the most livable city) di dunia oleh Economic Intelligent Unit, mengalahkan Melbourne yang berada di posisi kedua.
Semangat untuk mengejar perfeksionisme dan mencapai yang terbaik itu perlu kita hidupkan di Indonesia jika ingin maju dalam dunia yang amat kompetitif ini.
BIODATA
Nama: Darmansjah Djumala
Tempat/tanggal lahir: Palembang 29 November 1958
Riwayat pendidikan:
- Sarjana Ekonomi Studi Pembangunan, Fakultas Ekonomi, Universitas Sriwijaya, Palembang (1982)
- Program Perencanaan Pembangunan Ekonomi Erasmus University-Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh (1983)
- Master of Arts Jurusan Ilmu Hubungan Internasional Webster University, Jenewa, Swiss (1997)
- Program Doktoral Ilmu Politik dan Pemerintahan, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Padjajaran, Bandung (2011)
Riwayat karir:
- Duta Besar RI untuk Austria merangkap Slovenia dan Wakil Tetap RI untuk PBB dan Organisasi Internasional lainnya di Wina (2017-sekarang)
- Kepala Sekretariat Presiden RI/Sekretaris Presiden (2015-2017)
- Kepala Badan Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan (BPPK) Kementerian Luar Negeri (2014-2015)
- Duta Besar RI untuk Polandia (2010-2014)
- Kepala Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kementerian Luar Negeri (2006-2010)
- Wakil Duta Besar/Deputy Chief of Mission Perwakilan RI di Brussel, Belgia (2003-2005)
- Kepala Bidang Ekonomi I, Perwakilan Tetap RI untuk PBB di New York (2001-2003)
- Kepala Bidang Ekonomi/Konsul Ekonomi, Konsulat jenderal RI di New York, Amerika Serikat (1996-1998)
- Kepala Sub Bidang Perdagangan Barang-Jasa, Perwakilan Tetap RI di Jenewa, Swiss (1994-1996)
- Kepala Sub Bagian Kerjasama Ekonomi KBRI Tokyo, Jepang (1988-1992)
*) Artikel dimuat di koran cetak Bisnis Indonesia edisi Kamis (30/8/2018)