Bisnis.com, JAKARTA -- Tepat pada 25 Juli 1988, Perusahaan Jawatan Kereta Api (PJKA), sekarang PT Kereta Api (Persero), terpaksa menggusur 76 ruko di jalan Ki Asnawi, Tangerang. Hal itu dilakukan untuk pembangunan rel ganda dan stasiun di kawasan Tangerang - Jakarta.
Pada berita Bisnis Indonesia 30 tahun yang lalu itu menuliskan, Bupati Tangerang Tadjus Sobirin ikut memberikan perhatian kepada masyarakat pemilik ruko yang resah dengan rencana pembongkaran oleh PJKA.
Bahkan, menurut sumber Bisnis, Tadjus menjanjikan bakal berbicara dengan PJKA terkait rencana pembongkaran ruko yang sekarang menjadi kawasan Stasiun Tangerang tersebut.
"Sayangnya, PJKA tidak dapat menunda program rel ganda Tangerang-Jakarta lagi," ujarnya.
Pejabat PJKA Zulkifli mengatakan, ruko yang dibongkar itu akan digunakan untuk proyek stasiun dan rel ganda Tangerang-Jakarta.
"Ruko di sana [Jl. Ki Asnawi] dan bangunan darurat lainnya terletak di atas tanah milik PJKA," ujarnya.
Baca Juga
Salah satu pemilik ruko bernama Agus Basri mengakui, bangunan ruko terletak di atas tanah milik PJKA.
"Namun, ada sejumlah pemilik yang telah memiliki IMB [Izin Mendirikan Bangunan) yang dikeluarkan Pemda Tangerang pada 1976," ujarnya.
Dia melanjutkan, masyarakat banyak membangun ruko di kawasan Ki Asnawi seiring dengan permintaan Pemerintah Daerah (Pemda) Tangerang pada 1970-an. Kala itu, Pemda Tangerang menganjurkan pembangunan gedung bertingkat di kawasan itu demi peremajaan kota.
"Kami berharap agar ruko bisa tetap dipertahankan dan proyek PJKA bisa dipindahkan ke lokasi lain seperti, Kampung Tanah Tinggi, yang masih sepi penduduk," ujarnya.
Selaras dengan pendapat Basri, Tadjus juga meminta PJKA untuk memindahkan pembangunan stasiun dan rel gan ke Kampung Tanah Tinggi. Alasannya untuk memecah keramaian kota tidak hanya terpusat pada satu tempat.
Ganti Rugi Murah
Sementara itu, keresahan masyarakat Ki Asnawi semakin menjadi-jadi setelah PJKA hanya akan mengganti rugi penggusuran ruko senilai Rp100.000 per keluarga.
Basri mengatakan, para pemilik ruko masih mengharapkan adanya kebijakan lain agar tidak menderita kerugian terlalu besar.
"Bayangkan, uang ganti rugi hanya Rp100.000 per keluarga, sedangkan untuk pembangunan ruko itu mereka keluarkan biaya jutaan rupiah, termasuk ongkos mengurus IMB," ujarnya.
Warga memang sempat diajak bermusyawarah dengan PJKA, tetapi perusahaan kereta api negara itu hanya memberitahukan terkait ganti rugi Rp100.000 per keluarga.