Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Survei LIPI: Politisasi SARA Ancam Demokrasi

Kalangan ahli rumpun ilmu sosial masih mencemaskan politisasi suku, agama, ras, dan antargolongan atau SARA sebagai ancaman terbesar konsolidasi demokrasi maupun penyelenggaraan Pemilihan Umum 2019.
Lemba Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI)/Antara
Lemba Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI)/Antara

Kabar24.com, JAKARTA — Kalangan ahli rumpun ilmu sosial masih mencemaskan politisasi suku, agama, ras, dan antargolongan atau SARA sebagai ancaman terbesar konsolidasi demokrasi maupun penyelenggaraan Pemilihan Umum 2019.

Kecemasan itu terungkap dalam survei Pemetaan Kondisi Politik, Ekonomi, Sosial-Budaya, dan Pertahanan-Keamanan Menjelang Pemilu Serentak 2019 yang dirilis oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).

Survei ahli berlangsung April-Juli 2018 melibatkan 145 ahli politik, ekonomi, sosial-budaya, dan pertahanan-keamanan dari 11 provinsi. Survei menggunakan teknik nonprobability sampling di mana sampel dipilih berdasarkan kriteria-kriteria tertentu.

Dari empat bidang pemetaan, politisasi SARA konsisten masuk dalam bidang politik, sosial-budaya, dan pertahanan-keamanan. Politik identitas paling dikhawatirkan berlangsung dalam tahapan menuju pesta demokrasi tahun depan.

Pada bidang politik, politisasi SARA dipilih oleh 23,6% responden sebagai kondisi politik yang paling berpotensi menghambat Pemilu 2019. Di bawahnya bertenger konflik horizontal 12,4%, gangguan keamanan 10,4%, kurang siapnya penyelenggara pemilu 6,6%, dan ketidaknetralan penyelenggara pemilu 5,7%.

Begitu pula di bidang sosial-budaya. Politisasi SARA dianggap sebagai kondisi sosial-budaya yang paling potensial menghambat pelaksanaan kontestasi. Rinciannya, politisasi SARA 40%, intoleransi 21%, radikalisme 10%, rasa saling curiga dalam masyarakat 7%, hoaks 7%.

Kecemasan politisasi SARA lagi-lagi muncul di bidang pertahanan-keamanan. Gabungan konflik sosial dan isu SARA dicemaskan oleh 42,3% responden, menyusul aksi terorisme 16,2%, keberpihakan aparat 14,1%, radikalisme 6,1% dan sejumlah kondisi pertahanan-keamanan lainnya.

Kepala Pusat Penelitian Politik LIPI Firman Noor menengarai kecemasan terhadap politisasi SARA muncul karena identitas telah dikapitalisasi untuk kepentingan politik praktis. Dia mengakui bahwa setiap individu memiliki identitas primordial tertentu yang menjadi faktor cukup penting ketika menjatuhkan pilihan.

Sayangnya, lanjut Firman, fenomena yang tengah berlangsung menunjukkan identifikasi SARA telah melampai ide-ide rasional. Bila tidak dihentikan, demokrasi Indonesia bisa berujung pada diskriminasi dan semangat mayoritas yang lebih besar.

“Persoalan identitas tak boleh dimanipulasi elit dalam berpolitik.  Ini harus kita waspadai,” ujarnya di Jakarta, Selasa (7/8/2018).

Senada, Guru Besar Riset Ilmu Politik LIPI Syamsuddin Haris menilai elit-elit politik harus bertanggung jawab atas fenomena politisasi SARA. Apalagi, ekses politik identitas berupa intoleransi dan konflik horizontal kian rentan terjadi di negeri ini.

Berdasarkan survei LIPI, sebanyak 55,2% responden menyatakan kondisi toleransi di Indonesia selama 5 tahun terakhir buruk, sedangkan 7,6% responden menilai sangat buruk. Bahkan, tingkat kegentingan untuk menangani konflik sosial, salah satunya akibat politisasi SARA, dianggap lebih tinggi dibandingkan dengan terorisme dan pelanggaran HAM.

“Wahai parpol, kembalilah ke jalan yang lurus dan benar. Jangan dengan mudah melakukan manipulasi dan politisasi SARA,” ujar Haris di tempat yang sama.

Sementara itu, Peneliti Pusat Penelitian Ekonomi LIPI Syarif Hidayat meyakini sentimen SARA pada masyarakat akar rumput tidak seperti yang dicemaskan kalangan ahli. Dia membandingkan data Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) yang memperlihatkan kebebasan berpendapat dan berkeyakinan masih berjalan baik di negeri ini.

Namun, dia sependapat bahwa isu SARA lebih banyak dikapitalisasi oleh elit politik sehingga mengancam konsolidasi demokrasi pascareformasi. Solusinya, kata dia, elite politik harus disadarkan agar tidak mempolitisasi SARA dalam setiap hajatan pemilu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper