Bisnis.com, JAKARTA -- Data penerima bantuan sosial kerap dijadikan alasan subsidi pemerintah yang tidak tepat sasaran, guna memperbaiki hal tersebut Kementerian Sosial (Kemensos) siapkan proyek Sistem Kesejahteraan Sosial Terpadu Nasional (SKSTN).
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) terjadi perbaikan angka rasio Gini per Maret 2018 menjadi 0,389. Sayangnya, di tengah tren perbaikan itu, terjadi peningkatan ketimpangan di desa menjadi 0,324 naik 1,25% dari Maret tahun sebelumnya.
Dalam rangka meningkatkan akurasi dari data yang dimilikinya, Kemensos segera membangun SKSTN yang akan menjadi database dan data center terintegrasi secara daring di seluruh Indonesia. Hal ini dilakukan guna menjamin bansos tepat sasaran.
Kepala Badan Pendidikan, Penelitian, dan Penyuluhan Sosial, Kemensos, Harry Soeratin, mengungkapkan proyek ini menjadi salah satu solusi data kependudukan yang nantinya akan meningkatkan kinerja bansos.
"Tujuan SKSTN agar kami punya basis data yang lebih reliabel jadi base on system. Kita ke depan, subsidi bisa tepat sasaran oleh karena itu proyek ini sangat strategis," ujarnya di Kantor Kemensos, Senin (30/7/2018).
Dia mencontohkan suatu daerah dengan topografi bencana tertentu dapat diketahui terlebih dahulu sehingga lebih siap dalam menyiapkan dukungan dan melihat kondisi-kondisi di lapangan. Dengan begitu, Kemensos dapat lebih cepat merespon kebutuhan masyarakat melalui data pelayanan, kesehatan, dan data masyarakat yang hidup di bawah garis kemiskinan yang lebih pasti.
Baca Juga
Sebelumnya, Sri Mulyani Indrawati, Menteri Keuangan mengungkapkan pihaknya akan mengevaluasi dana desa sementara anggarannya terus ditingkatkan, sehingga evaluasi mesti segera dilakukan. Dirinya khawatir jika dana desa pelaksanaannya tidak tepat sasaran dan malah menyebabkan disparitas.
"Ini [dana desa] akan dievaluasi bersama Kementerian Desa, Menteri Bappenas, Mendagri dan Kementerian Keuangan. Saya sendiri akan meminta kepada tim untuk melihat bagaimana transfer dana desa ini untuk memperbaiki kemiskinan dan ketimpangan di desa," ujarnya.
Direktur Jendral Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko, Kemenkeu, Luky Alfirman, mengungkapkan proyek ini bernilai Rp1,4 triliun dengan pelaksanaan selama 20 tahun.
Menurutnya, pembiayaannya melalui mekanisme kerja sama pemerintah dengan badan usaha (KPBU) dan menjadi proyek infrastruktur non-fisik pertama yang menggunakan skema tersebut.
"Evolusi KPBU affirmative payment (AP) skema baru, keunggulannya pembagian risiko, yakni dalam satu paket dengan operation maintenance akan dibayar sesuai pelayanan yang sudah disepakati. Maintenance tidak perlu dipikirkan, ditanggung investor, sehingga harga yang lebih konpetitif karena satu paket itu," jelas Luky.
Selain itu, proyek ini dilaksanakan bekerja sama dengan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) yang diteruskan kerja sama dengan PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI) (Persero) dan PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (PII) (Persero).
Kedua BUMN di bawah komando Kementerian Keuangan (Kemenkeu) ini akan mengambil peran dalam rangka penyiapan proyek hingga pendampingan transaksi.
Direktur Utama PT SMI, Emma Sri Martini, mengungkapkan pihaknya sudah mempelajari proposal SKSTN dan mengungkap secara umum infrastruktur yang dibangun terdiri atas dua hal.
Pertama, integrasi data yang berujung pada Indonesia akan memiliki big data. Seluruh data penduduk berdasarkan sosial, demografi akan terhubung dalam sistem data terintegrasi tersebut.
Sehingga seluruh kebijakan pemerintah baik itu kebijakan bansos dan kebijakan lain akan terintegrasi, akhirnya terjadi efisiensi dari alokasi anggaran.
"Kedua, penyediaan data center, ruang lingkupnya ini bukan belanja modal tapi belanja operasional, artinya, diakhir masa konsensi, penyerahan asetnya adalah service level dan cangkang-cangkangnya tidak ada modal yang berpindah ke pemerintah," tutur Emma.
Harry Soeratin selaku penanggung jawab proyek kerjasama (PJPK) juga mengungkapkan pemerintah akan menyegerakan pelaksanaan proyek ini supaya secepatnya pemerintah memiliki data sosial yang mumpuni.
"Mengenai proyek ini secara keseluruhan secepatnya kita jalankan, paling telat tahun depan, tapi misalnya proses daripada emisi mencapai 2 bulan dan kita bisa lelang, akhir tahun ini kita bisa mulai jalan," paparnya.