Bisnis.com, JAKARTA – Peraturan Daerah tentang Kawasan Tanpa Rokok di Kota Bogor dinilai janggal dikritik oleh beberapa pengamat.
Menurut Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD), Yudha Prawira, seharusnya Pemerintah Kota Bogor dalam membuat aturan KTR cukup “membatasi” bukan “melarang”. Pasalnya, saat ini tidak ada undang-undang dan peraturan pemerintah yang melarang keberadaan produk rokok dan iklan rokok.
“Ketentuan peraturan yang ada kan hanya membatasi, misalnya tidak boleh di jalan protokol, kawasan pendidikan, tempat ibadat, dan lain-lain,” tuturnya dalam keterangan resmi, Selasa (17/7/2018).
Yudha juga menekankan, di tingkat nasional pun saat ini tidak ada pelarangan iklan rokok, yang ada hanya pembatasan. “Namun di Bogor bertolak belakang, malah di minimarket pun semua produk harus ditutup tak boleh tampak,” jelasnya.
Seperti diketahui, menurut PP 109/2012, pemajangan produk rokok masih diperbolehkan di tingkat ritel. Kondisi yang ada dan berlaku saat ini di Bogor, menurut Yudha, akan merugikan pelaku usaha.
Hal ini juga tidak sejalan dengan semangat Presiden Joko Widodo yang ingin menciptakan iklim investasi dan usaha yang baik.
“Program pemerintah pusat kan membuat iklim usaha yang baik. Kalau pusat tidak melarang, di daerah melarang, tentu kan tidak baik,” terangnya.
Ia juga menyayangkan aturan daerah mengenai KTR ini terlalu represif. Untuk aturan daerah, menurut Yudha tak boleh seperti itu.
“Bila membuat aturan pelarangan, harus muncul dari pusat. Itu pun setelah melakukan kajian komprehensif, seperti kesehatan, bisnis, dan masih banyak lagi,” lanjutnya.
Setali tiga uang, anggota DPR RI Komisi VI Aria Bima juga meminta Perda KTR di Bogor memperhatikan beberapa aspek.
“Aspek pendapatan negara, perburuhan, kesehatan, aspek industri, aspek perkebunan, dan lain-lain. Jadi, semua aspek harus menjadi pertimbangan dibuatnya peraturan tersebut,” katanya.
Aria juga menegaskan bahwa hingga kini rokok itu bukan bahan terlarang sehingga perlakuannya pun harus sewajarnya.
Dia juga meminta poin-poin pada Perda itu agar tidak berbenturan dengan aturan nasional. “Harusnya perda cukup pada pengaturan karena hingga saat ini tak ada UU yang melarang rokok,” tuturnya.