Bisnis.com, JAKARTA -- Calon Gubernur Jawa Barat pada Pilkada Serentak 2018 Tubagus Hasanuddin mengatakan bahwa dalam pemeriksaan KPK selama dua jam dia diminta menjelaskan prosedur pengadaan APBN-P.
Dalam pemeriksaan hari ini, TB Hasanudin diperiksa dalam kapasitasnya sebagai anggota DPR RI.
"Saya selaku pimpinan Komisi I menjelaskan dengan segamblang-gamblangnya sesuai dengan prosedur tahapan dan sebagainya," ujarnya di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis (5/7/2018).
Dia juga menjelaskan bahwa sesuai dengan kesepakatan Komisi I, prosedur tersebut diajukan ke Badan Anggaran.
"Tadi ditanya soal prosedur pada saat pengadaan. Ada dua kegiatan rapat, dan rapat itu ada kesimpulan. Kesimpulan itu diserahkan ke Banggar," tambahnya.
"Setelah ke Banggar bukan kewenangan Komisi I, sehingga kami tidak bisa menjelaskan apa yang dilakukan, mengapa anggaran itu bisa naik turun di Banggar," lanjut TB Hasanudin
Seperti diketahui, nama TB Hasanuddin sempat disebut oleh Fayakhun yang saat itu menjadi saksi dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Rabu (31/1) lalu dengan terdakwa mantan Kepala Biro Perencanaan dan Organisasi Bakamla RI Nofel Hasan.
Dalam persidangan, Fayakhun menyebutkan bahwa TB Hasanuddin telah mengenalkan dirinya kepada Fahmi Alhabsyi alias Ali Fahmi.
Ali Fahmi merupakan staf khusus Kepala Bakamla Arie Sudewo. Ali Fahmi menawarkan kepada Direktur PT Merial Esa Fahmi Darmawansyah untuk mengikuti proyek di Bakamla dengan memberikan fee sebesar 15% dari nilai pengadaan.
KPK telah menetapkan Fayakhun Andriadi yang merupakan anggota DPR RI 2014-2019 dari Fraksi Partai Golkar sebagai tersangka dalam kasus tersebut pada 14 Februari 2018.
Fayakhun diduga menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau patut diduga bahwa dia atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan akan melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya terkait dengan proses pembahasan dan pengesahan RKAKL dalam APBN Tahun 2016 yang akan diberikan kepada Bakamla RI.
Fayakhun diduga menerima uang senilai Rp12 miliar dan 300 ribu dolar ketika masih menjabat sebagai anggota Komisi I DPR. Saat ini, ia sudah tidak lagi berada di komisi tersebut, tapi duduk di Komisi III yang bermitra dengan KPK.
Fayakhun diduga menerima fee atau imbalan atas jasa memuluskan anggaran pengadaan satelit monitoring di Bakamla pada APBN tahun anggaran 2016 sebesar 1 persen dari total anggaran Bakamla senilai Rp1,2 triliun atau senilai Rp12 miliar dari tersangka Fahmi Darmawansyah melalui anak buahnya M Adami Okta secara bertahap sebanyak empat kali.
Selain itu, Fayakhun juga diduga menerima uang sejumlah US$300 ribu.
Fayakhun disangkakan melanggar 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau pasal 11 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.