Bisnis.com, JAKARTA – Mahkamah Konstitusi (MK) telah mempersempit perorangan yang dapat mengajukan permohonan norma pembatasan masa jabatan presiden dan wakil presiden hanya pada diri Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Jusuf Kalla (JK).
Hari ini, Kamis (28/6/2018) MK menyatakan dua permohonan terkait norma pembatasan masa jabatan presiden dan wakil presiden tidak dapat diterima. Pertimbangannya, kedua pemohon tidak memiliki kedudukan hukum lantaran belum pernah memegang jabatan RI-1 atau RI-2 selama dua periode.
Pemohon Perkara No. 36/PUU-XVI/2018 menggugat Pasal 169 huruf n dan Pasal 227 huruf i UU No. 7/2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu) yang mengatur larangan pendaftaran calon presiden dan calon wakil presiden yang pernah menjabat dua periode. Pemohon meminta frasa ‘presiden atau wakil presiden’ dalam dua pasal itu dimaknai ‘presiden dan wakil presiden’.
Dorel Almir, kuasa hukum pemohon Perkara No. 36/PUU-XVI/2018, menjelaskan bahwa kliennya memang mendalilkan bakal kehilangan hak untuk dipilih sebagai calon presiden atau calon wakil presiden dengan pemberlakuan dua pasal UU Pemilu. Namun, MK tidak menerima argumentasi tersebut karena kliennya belum pernah menjadi presiden atau wakil presiden.
Konsekuensinya, tambah Dorel, saat ini hanya Presiden RI periode 2004-2014, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), dan Wakil Presiden RI periode 2004-2009 dan 2014-2019, Jusuf Kalla (JK), yang memenuhi kriteria tersebut.
Dalam permohonannya, penggugat meminta MK menafsirkan pembatasan jabatan dua periode hanya berlaku bila tidak berturut-turut seperti yang pernah dipegang JK.
Baca Juga
Selain itu, pemohon juga menilai jabatan berturut-turut hanya berlaku untuk satu paket presiden dan wakil presiden. Alhasil, SBY dianggap masih bisa mengajukan permohonan karena dua periode kekuasannya berpasangan dengan wakil presiden berbeda.
“Kalau Pak SBY dalam posisi satu paket presiden dan wakil presiden bisa mengajukan. Lebih bisa lagi Pak JK karena sudah dua periode tapi tak berturut-turut,” katanya usai sidang Putusan MK No. 36/PUU-XVI/2018 di Jakarta, Kamis (26/8/2018).
Selain SBY dan JK, Dorel mengatakan tidak ada lagi perorangan yang bisa mengajukan gugatan norma pembatasan masa jabatan presiden dan wakil presiden. Namun, MK tetap membuka peluang kepada badan hukum yakni partai politik atau gabungan partai politik sepanjang tidak pernah menyusun UU Pemilu.
“Seperti Partai Solidaritas Indonesia, Partai Berkarya, dan Partai Garuda.”
Berat
Dorel menerima putusan MK yang tidak menerima gugatan kliennya. Namun, dia merasa janggal karena MK mengabaikan dalil bahwa pemohon berpotensi kehilangan hak pilih buntut pemberlakuan dua pasal tersebut. Pasalnya, ujar dia, MK pernah menerima kedudukan hukum pemohon perkara norma calon kepala daerah tunggal beberapa tahun lalu.
Kala itu, pemohon tersebut berargumen hak untuk memilih berpotensi dirugikan bila pilkada diikuti satu kontestan.
“Malah MK mengabulkan permohonan dengan mengakomodasi kotak kosong.
Tapi, ketika kami menggunakan dalil yang sama tidak diterima,” ujarnya.
Spekulasi
Dorel pun berspekulasi lain mengenai alasan MK tidak menerima kedudukan hukum kliennya. Menurut dia, pemeriksaan perkara tersebut membutuhkan waktu yang panjang, sementara sang klien meminta pemeriksaan di waktu yang berdekatan dengan proses pendaftaran Pilpres 2019.
“Kami memahami MK sulit memutus soal ini. Berat, soalnya mengenai jabatan presiden dan wakil presiden. Perlu perenungan panjang tak bisa singkat,” ujarnya.
Selain Perkara No. 36/PUU-XVI/2018, MK juga tidak menerima permohonan Perkara No. 40/PUU-XVI/2018 yang sama-sama mempermasalahkan pembatasan masa jabatan presiden dan wakil presiden.
Bedanya, pemohon Perkara No. 40/PUU-XVI/2018 hanya menggugat Penjelasan Pasal 169 huruf n UU Pemilu yang mencantumkan frasa ‘dua kali dalam masa jabatan yang sama’ dimaknai sebagai jabatan berturut-turut maupun tidak berturut-turut walaupun masa jabatan kurang dari 5 tahun.
Regginaldo Sultan, kuasa hukum pemohon Perkara No. 40/PUU-XVI/2018, menilai putusan MK tersebut tidak bisa mengakhiri masalah beda tafsir masa jabatan presiden atau wakil presiden.
Menurutnya, masih ada pihak yang berkeinginan agar bekas presiden atau wapres bisa menjabat lebih dari dua periode asalkan ada jeda jabatan seperti yang dimohonkan kliennya.
Namun, MK telah membatasi hanya bekas RI-1 atau RI-2 yang memiliki kedudukan hukum mengajukan gugatan. Meski begitu, dia meyakini sosok negarawan seperti Wapres JK tidak akan mengajukan gugatan tersebut.
“Yang jelas ini sudah diketahui publik dan kepada calon kontestan pilpres kalau memang minat pasti akan mengajukan. Akan tetapi karena jangka waktu tinggal sebulan saya pikir tidak mengajukan,” ucapnya.