Bisnis.com, JAKARTA--Penerapan sistem zonasi dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) masih dilakukan secara bertahap.
Hal tersebut berdasarkan evaluasi tahun lalu, beberapa titik kabupaten, kota atau provinsi tertentu belum bisa mengikuti secara penuh peraturan zonasi.
Oleh karena itu, diperlukan beragam penyesuaian dalam penerapan, khususnya terkait perubahan zona.
“Misalnya, terdapat kabupaten atau kota yang jumlah anak sekolahnya melebihi jumlah daya tampungnya,” jelas Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah (Dirjen Dikdasmen) Hamid Muhammad, dalam keterangan resmi yang diterima Bisnis, Selasa (26/6/2018).
Hamid menyampaikan kembali bahwa pelaksanaan PPDB dapat menggunakan metode dalam jaringan (daring) atau online dan juga manual.
“Namun, yang kami rekomendasikan adalah yang online untuk mencegah campur tangan yang bermacam-macam dari berbagai pihak yang mengganggu proses dan integritas PPDB," ungkapnya.
Terkait dengan adanya permasalahan PPDB daring, Hamid mengimbau agar pihak pemerintah daerah dapat melakukan langkah-langkah antisipasi yang telah dibahas di dalam rapat koordinasi.
"Tolong sistem online PPDB dikembangkan, disesuaikan dengan kapasitas jumlah peserta didik yang akan masuk atau mendaftar. Juga diatur agar tidak mengakses secara bersamaan," kata Hamid.
Sistem zonasi bukan hanya ditujukan untuk PPDB maupun ujian nasional. Namun, penerapan zonasi dapat juga digunakan untuk dasar redistribusi dan pembinaan guru, sekaligus pemenuhan sarana dan prasarana (sarpras) pendidikan.
"Sarpras di dalam zona itu bisa saja sarpras yang digunakan bersama. Begitu pula dengan pembinaan peserta didik," tutur Hamid.
Mendikbud juga menegaskan bahwa sistem zonasi juga merupakan upaya mencegah penumpukan sumber daya manusia yang berkualitas dalam suatu wilayah tertentu. Dan mendorong pemerintah daerah serta peran serta masyarakat dalam pemerataan kualitas pendidikan sesuai amanat Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional.