Bisnis.com, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi berkomentar perihal kontraktor bernama Susilo Prabowo yang menyuap dua kepala daerah, yaitu Bupati Tulungagung Samanhudi Anwar dan Wali Kota Blitar Syahri Mulyo.
“Namanya juga bisnis, itu hak seseorang mengembangkan bisnis. Jangankan antar kabupaten, antar negara juga disarankan, yang tidak disarankan adalah terlibat tindak pidana korupsi,” kata Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Saut Situmorang seperti dilansir Tempo, Senin (11/6/2018).
Susilo yang merupakan Direktur PT Moderna Teknik Perkasa, diduga menyuap Samanhudi dan Syahri. KPK menduga Susilo memberikan suap Rp1 miliar kepada Syahri melalui pihak swasta Agung Prayitno.
KPK menduga pemberian itu terkait dengan fee proyek infrastruktur peningkatan jalan di Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kabupaten Tulungagung.
Susilo juga diduga memberikan suap ke Samanhudi sebesar Rp1,5 miliar melalui pihak swasta bernama Bambang Purnomo terkait proyek pembangunan sekolah di Blitar yang nilai kontraknya Rp 23 miliar.
KPK menduga fee itu bagian dari 8% yang menjadi jatah untuk wali kota dari total fee 10% yang disepakati.
"Bisnis dan transaksi yang tidak sehat itu tidak membangun negara yang bersih," tegasnya.
Untuk mencegah korupsi yang melibatkan pengusaha, KPK membuat nota kesepahaman dengan Kamar Dagang dan Industri Indonesia (KADIN). Dalam nota kesepahaman tersebut, KPK membangun Komite Advokasi Nasional (KAN) di Jakarta dan Komite Advokasi Daerah (KAD) di provinsi, dan kabupaten dan kota.
“KPK mempertemukan pengusaha dan pemerintah atau regulator, di pusat dan di daerah agar bisnis dilakukan dengan integritas bisnis, aturan, nilai-nilai dan persaingan sehat,” terang Saut.