Bisnis.com, JAKARTA – Partai politik diprediksi tidak gegabah mengajukan bekas narapidana kasus tindak pidana korupsi sebagai calon anggota legislatif walaupun diakomodasi oleh regulasi.
Fungsionaris DPP Partai Amanat Nasional Abdul Hakam Naja mengatakan UU No. 7/2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) memang memungkinkan mantan napi korupsi maju sebagai caleg.
Syaratnya, mereka mesti mengumumkan secara terbuka pernah dihukum karena tindak pidana luar biasa tersebut.
“Kalau pun ada parpol berani mencalonkan, bunuh diri sebenarnya. Apalagi kalau tulisan ‘ini calon bekas koruptor’ terpampang di mana-mana.,” katanya di Jakarta, Sabtu (26/5/2018).
Walaupun UU Pemilu mengakomodasi eks napi korupsi sebagai caleg, peluang mereka melenggang di Pileg 2019 semakin kecil.
Pasalnya, Komisi Pemilihan Umum sudah mantap memasukkan klausul pelarangan mantan terpidana korupsi sebagai caleg dalam Rancangan Peraturan KPU tentang Pencalonan Pileg 2019.
Baca Juga
Keputusan itu diambil dalam sebuah rapat pleno Selasa (22/5/2018) malam. Rapat digelar setelah pada sore harinya pemerintah, Komisi II DPR, dan Badan Pengawas Pemilihan Umum menyatakan penentangan atas rencana KPU tersebut.
Kendati ada aturan itu, Abdul Hakam mengingatkan potensi praktik korupsi tetap tak terhindarkan dalam Pileg 2019. Pasalnya, fenomena politik uang buntut liberalisasi sistem pemilihan masih dipertahankan.
“Sejak suara terbanyak berlaku pada 2009, semua caleg berbondong-bondong keluarkan duit. Tahun 2014 sudah dahsyat, apalagi 2019 nanti. Bakal terjadi air bah politik uang,” ujarnya.
Sementara itu, Komisioner KPU Wahyu Setiawan mengingatkan kembali bahwa niat lembaganya melarang bekas terpidana korupsi menjadi caleg sudah bulat. RPKPU Pencalonan Pileg 2019 akan disahkan tidak lama lagi. “Sekarang sedang proses [pengundangan].”