Bisnis.com, JAKARTA -- Pengunjuk rasa anti pemerintah berkumpul di Bangkok untuk mempersiapkan long march dari sebuah universitas di kota itu ke istana pemerintah untuk meminta Pemilu digelar pada November tahun ini.
Pada Senin (21/5/2018), polisi Thailand menyatakan istana pemerintah dan daerah sekitarnya tidak boleh dilewati oleh aksi protes tersebut dan memperingatkan para pengunjuk rasa untuk tidak melanggar larangan junta militer untuk berkumpul di tempat umum.
Reuters melansir Selasa (22/5), polisi memasang pagar pengaman di beberapa ruas jalan dekat universitas tersebut dan melakukan pengecekan keamanan.
Salah satu koordinator aksi, Sirawith Seritiwat, mengatakan para peserta unjuk rasa berencana melakukan aksi dengan damai.
"Saya harap mereka membiarkan kami berjalan. Kami tidak berkeinginan untuk memperpanjang aktivitas hari ini. Saya rasa mereka akan mencoba menghentikan kami. Kami tidak akan menggunakan kekerasan," ujarnya.
Polisi menyebutkan lebih dari 100 peserta aksi sudah berkumpul pada pagi hari dan jumlahnya terus bertambah.
Junta militer Thailand telah beberapa kali mengundur rencana Pemilu sejak mengambil alih kekuasaan dari Yingluck Shinawatra pada 2014. Awalnya, Pemilu dijanjikan digelar pada 2015 tapi terus diundur dan terakhir ditetapkan diselenggarakan pada Februari 2019.
Namun, beberapa pihak khawatir jadwal teranyar itu bakal kembali dibatalkan.
Berbagai aksi unjuk rasa telah berlangsung di Negeri Siam sejak awal 2018. Beberapa di antaranya dipimpin oleh aktivis muda dan lainnya dihadiri oleh mantan aktivis Kaus Merah, pendukung mantan Perdana Menteri (PM) Thaksin Sinawatra--yang dilengserkan pada 2006 dan melarikan diri ke luar negeri.
Adapun Yingluck, adik Thaksin, dikudeta pada 2014 dan juga melarikan diri ke luar negeri sebelum sempat dibawa ke persidangan karena kasus korupsi.