Bisnis.com, JAKARTA- Presiden sosialis Venezuela Nicolas Maduro menghadapi kecaman internasional pada Senin setelah terpilih kembali pada akhir pekan lalu, penentang mengecamnya sebagai sosok autokrasi di negara penghasil minyak yang tengah dilanda krisis.
Penerus mendiang tokoh pemimpin kiri Hugo Chavez berusia 55 tahun itu memuji kemenangannya sebagai kemenangan melawan imperialisme. Namun, penantang utamanya menduga terjadi ketidakberesan dan menolak mengakui hasilnya.
Oposisi utama Venezuela memboikot pemungutan suara pada Minggu, membuat dua pemimpin paling populernya dicekal.Pihak berwenang telah mencekal koalisi dan berbagai partainya, dan dewan pemilihan umum dijalankan oleh pengikut Maduro, seperti dikutip Antara, Selasa 922/5/2018)
Maduro mendapatkan 68% suara, tiga kali lipat dari penantang utamanya, Henri Falcon. Namun, itu berpeluang melemahkan keabsahannya, sebab peran serta pemilih 46% lebih rendah jika dibandingkan dengan 80% pada pemilihan presiden pada 2013.
Ribuan pendukung Maduro, banyak yang mengenakan baret merah, berpelukan dan menari lewat tengah malam di luar istana presiden Miraflores di ibu kota, Caracas, bermandikan konfeti dalam warna kuning, biru dan merah bendera nasional Venezuela.
"Revolusi tetap ada di sini," kata Maduro kepada orang banyak.
Dia berjanji untuk memprioritaskan pemulihan ekonomi setelah lima tahun resesi yang melumpuhkan. Hal itu ditandai penduduk di negara OPEC yang jumlahnya mencapai 30 juta orang, bergulat untuk mencukupi kebutuhan makanan, obat dan kebutuhan dasar lainnya.
"Kita tidak harus menjilat ke kerajaan mana pun atau menuju ke Dana Moneter Internasional seperti yang dilakukan Argentina," kata pendukung pemerintah Ingrid Sequera.