Bisnis.com, JAKARTA – Komisi Pengawas Persaingan Usaha bakal segera memutuskan jumlah majelis komisi yang menangani suatu perkara persaingan usaha.
Anggota Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Chandra Setiawan mengungkapkan bahwa dalam rapat dengan DPR, dirinya mengusulkan agar komposisi majelis komisi yang sebelumnya terdiri dari tiga anggota komisi pengawas diubah menjadi sembilan anggota.
“Tapi saat ini belum diputuskan apakah suatu majelis komisi akan berjumlah sembilan atau tiga seperti sebelumnya,” ujarnya akhir pekan lalu.
Dia mengatakan, majelis komisi beranggotakan sembilan anggota bertujuan agar semua anggota KPPU mengetahui secara persis suatu perkara persaingan usaha yang ditangani oleh lembaga tersebut serta turut menentukan sikap dalam memutus perkara itu.
“Kalau sebelumnya setiap majelis komisi hanya terdiri dari tiga anggota. Kami belum memutuskan apakah tetap seperti itu atau akan ada perubaan menjadi sembilan,” ungkapnya.
Ketua KPPU Kurnia Toha mengungkapkan bahwa pihaknya akan meningkatkan peran supervisi yang dilakukan secara bersama-sama oleh semua anggota. Namun, untuk penanganan perkara, pembagian peran akan dilakukan berdasarkan beban tugas dan keahlian dari masing-masing anggota.
“Ke depan kami tidak bentuk majelis yang permanen tapi kita akan membagi penangaan kasus berdasarkan kepadatan kerja atau beban dan keahlian komisioner,” paparnya.
Para komisioner KPPU periode 2018—2023 juga berkomitmen untuk terus menjalin kerja sama dengan berbagai kementerian dan lembaga dalam menjalankan fungsi pencegahan terjadinya praktik persaingan usaha tidak sehat.
Dia mengatakan, lembaga itu telah memiliki nota kesepahaman kerja sama dengan berbagai lembaga lain seperti Komisi Pemberantasan Korupsi, Kejaksaan Agung, Kepolisian, Mahkamah Agung, Badan Pemeriksa Keuangan serta Kementerian Dalam Negeri.
Buah dari berbagai kerja sama itu melahirkan berbagai pengusutan perkara baik menyangkut persaingan usaha yang ditangani maupun pidana seperti korupsi yang diusut oleh lembaga penegak hukum.
Dia mencontohkan perkara korupsi KTP elektronik yang diusut oleh KPK karena bermula dari putusan KPPU yang menyatakan bahwa telah terjadi persekongkolan dan penggelembungan harga dalam proses tender pengadaan pada proyek itu.
“Hal serupa juga terjadi di Kalimantan Timur, dengan tersangka salah seorang bupati. Kami juga menerima limpahan data dari BPK yang mendapati pengadaan barang di suatu instansi terjadi persekongkolan dan data itu menjadi bukti permulaan bagi KPPU untuk bekerja lebih lanjut,” jelasnya.
Pihaknya juga memberikan informasi kepada Kejaksaan atau Kepolisian terrhadap suatu dugaan persekongkolan tender proyek yang skalanya tidak terlampau besar, di samping melakukan lokakarya bagi para hakim tentang persaingan usaha.
“Tentu saling bersinergi antarinstitusi bertujuan menghadirkan efisiensi nasional dan peningkatan kesejahteraan rakyat dapat terjadi,” pungkasnya.