Bisnis.com, JAKARTA--- Presiden Joko Widodo menyatakan dirinya akan mengeluarkan peraturan pengganti undang-undang (perppu) terkait terorisme pada Juni 2018. Hal itu disampaikan Presiden apabila DPR dan kementerian terkait tidak kunjung merampungkan pembahasan revisi Rancangan Undang-undang Tindak Pidana Terorisme.
Presiden berharap pembahasan tersebut bisa selesai pada Mei mendatang. Saat itu DPR kembali dari reses dan memasuki masa sidang.
Pernyataan Presiden soal Perppu disampaikan usai membuka acara Rapat Koordinasi Nasional yang dihadiri para kepala desa dan pendamping desa di gedung Jakarta International Expo, Kemayoran, Jakarta Pusat, Senin (14/5/2018).
Presiden mengatakan dirinya meminta DPR dan kementerian-kementerian terkait yang berhubungan dengan revisi UU Tindak Pidana Terorisme yang sudah diajukan sejak Februari 2016 untuk segera diselesaikan secepat-cepatnya dalam masa sidang berikutnya yaitu 18 Mei 2018.
Payung Hukum
Bagi pemerintah, selesainya pembahasan Rancangan UU Antiterorisme menjadi penting. Sebab tanpa itu, aparat tidak dapat bergerak leluasa dalam mencegah maupun menindak aksi terorisme.
Baca Juga
"Ini merupakan payung hukum penting bagi aparat, bagi Polri untuk bisa menindak tegas, baik dalam pencegahan atau tindakan," kata Presiden.
Presiden mengatakan apabila RUU itu belum diselesaikan pada akhir masa sidang DPR pada Juni 2018 maka dirinya akan mengeluarkan perppu tersebut.
Seperti diketahui, Kapolri Jenderal Tito Karnavian meminta Presiden Joko Widodo untuk segera membuat perppu untuk mempercepat penanganan sekaligus sebagai antisipasi tindakan teror.
Penindakan Terorisme
Kapolri Jenderal Tito Karnavian mengharapkan revisi Undang-undang Terorisme segera dipercepat untuk memperluas gerakan Polri menindak kasus terorisme di Indonesia.
"Kita harapkan revisi UU dipercepat. Kita tahu sel mereka tapi enggak bisa menindak kalau mereka tidak melakukan aksi," katanya di Surabaya, Minggu (13/5/2018).
Menurut Kapolri, Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme merupakan regulasi yang responsif atau membatasi gerak Polri untuk mengambil tindakan secara langsung.
"Misalnya pengadilan menetapkan Jamaah Ansharut Daullah [JAD] dan Jamaah Ansharut Tauhid [JAT] sebagai organisasi teroris. Kita gak bisa berbuat apa-apa kalau mereka tidak melakukan apa-apa," ucapnya.
Ia menambahkan Polri hanya memiliki kewenangan interview selama tujuh hari, setelah itu dilepas dan diawasi. Untuk itu, dia meminta Presiden Joko Widodo segera membuat Perppu untuk mempercepat penanganan sekaligus sebagai antisipasi tindakan teror.
Banyak Sel Terorisme di Tanah Air
Menurut Kepala Divisi Humas Mabes Polri Irjen Setyo Wasisto UU yang berlaku sekarang membuat Polri belum bisa menangkap terduga terorisme sebelum ada tindakan.
"Padahal teroris ini kan sel yang sedang tertidur dan banyak tersebar di Tanah Air," tuturnya.
Setyo menjelaskan jika UU Terorisme yang baru sudah disahkan, maka Polri bisa melakukan tindakan penangkapan secara langsung.
Penoindakan bisa dilakukan jika seseorang telah diketahui berafiliasi dengan kelompok teroris tertentu. Polisi juga dapat langsung menindak seseorang atau kelompok yang diketahui memiliki barang bukti seperti bom maupun senjata api ilegal.
Dia memastikan Polri akan terus mendorong Komisi III DPR untuk segera mengesahkan UU Terorisme, sehingga Polri bisa lebih aktif dalam menangkap seluruh teroris yang dikategorikan sebagai sel yang sedang tidur.
"Kami berharap agar UU Terorisme ini bisa segera disahkan ya," ujar Setyo.