Bisnis.com, JAKARTA -- Di tengah sorotan dunia mengenai penyalahgunaan data pengguna, Facebook menegaskan akan meningkatkan upaya pemblokiran ujaran kebencian di Myanmar yang diunggah di media sosial itu.
Reuters melansir Rabu (11/4/2018), CEO Facebook Mark Zuckerberg menyatakan pihaknya telah menggunakan jasa orang-orang lokal Myanmar dan mereka yang berbicara dalam bahasa Burma sebagai salah satu strategi.
"Apa yang terjadi di Myanmar adalah tragedi yang mengerikan dan kita harus melakukan lebih banyak," ujarnya dalam dengar pendapat dengan Kongres AS, Selasa (10/4) waktu setempat.
Zuckerberg mengungkapkan pihaknya juga bekerja sama dengan kelompok sipil untuk membantu identifikasi pihak-pihak yang harus diblokir dari media sosial tersebut. Dia menambahkan Facebook akan melakukan perubahan khusus di Myanmar dan negara-negara lainnya yang mengalami masalah kekerasan etnis.
Sebelumnya, hasil penyelidikan PBB menyebutkan bahwa Facebook menjadi alat propaganda melawan warga etnis Rohingya di negara Asia Tenggara itu. Kepala Tim Pencari Fakta Myanmar PBB Marzuki Darusman mengatakan Facebook memiliki peran yang cukup besar.
"Facebook berkontribusi secara substantif terhadap terjadinya konflik di masyarakat. Ujaran kebencian adalah salah satunya. Sejauh ini, di Myanmar media sosial adalah Facebook dan Facebook adalah media sosial," paparnya.
Baca Juga
Sejak Agustus 2017, lebih dari 650.000 Muslim Rohingya meninggalkan Myanmar dan menyelamatkan diri ke Bangladesh karena khawatir menjadi korban kekerasan.
Adapun Zuckerberg dipanggil Kongres terkait kebocoran data 87 juta pengguna Facebook, yang sebagian besar berada di AS, kemungkinan telah dibagikan secara tidak patut kepada Cambridge Analytica. Perusahaan konsultan media itu membantu tim kampanye Donald Trump dalam Pilpres AS pada 2016.