Bisnis.com, JAKARTA - Kelompok Tani Nelayan Andalan (KTNA) belum dapat memprediksi kerugian yang diderita oleh nelayan terkait kerusakan yang diakibatkan oleh patahnya pipa Pertamina.
Ketua KTNA, Winarno Tohir mengatakan tumpahan minyak sebanyak ini baru pertama kali terjadi di Indonesia, sedangkan sebelumnya hanya berupa paparan-paparan kecil saja.
Hal tersebut menjadikan dia belum dapat memprediksi kerugian material yang diderita oleh petani akibat kecelakaan tersebut."Belum per nah kejadian separah ini jadi belum tahu harus bagaimana karena belum ada pengalaman," katanya kepada Bisnis.com, Jum'at (6/4).
Menurutnya kasus yang biasa terjadi adalah paparan minyak dalam jumlah sedikit tidak banyak seperti ini. Namun yang jelas, katanya, pasti kegiatan melaut terganggu. KTNA dalam hal ini masih menunggu waktu untuk bisa meninjau langsung lokasi kejadian dan menyalurkan bantuan.
Sebelumnya dilaporkan Bisnis.com, hasil analisis citra satelit oleh LAPAN pada 1 April lalu, luasan tumpahan minyak di perairan Teluk Balikpapan mencapai 12.987,2 ha.
Didampingi Kepala Dinas Lingkungan Hidup Balikpapan, Suryanto Ibrahim, Direktur Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan, Karliansyah bersama Dirjen Gakkum, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Rasio Ridho Sani meninjau langsung areal terdampak, kemarin.
Baca Juga
Via pelabuhan Semayang Balikpapan, mereka meninjau bagian hulu ke jantung kawasan Teluk Balikpapan, kemudian berlanjut ke Selat Makassar.
“Di beberapa spot kecil masih ada lapisan minyak di permukaan, tapi secara umum sudah relatif bersih,” jelas Ridho. Tantangan terbesar saat ini, menurutnya, yakni keberadaan sisa-sisa lapisan minyak di kolong pemukiman atas air milik warga. Seperti di Kelurahan Margasari, Kelurahan Kampung Baru Hulu dan Keluarahan Kampung Baru Hilir dan Kelurahan Kariangau RT 01 dan RT 02, Kecamatan Balikpapan Barat.
“Masyarakat mengeluhkan mual dan pusing akibat bau minyak. Prediksi bisa benar benar bersih ini satu mingguan lagi kira kira,” kata Kepala DLH Balikpapan Suryanto kepada Bisnis.
Suryanto menambahkan Balikpapan memiliki garis pantai 80 kilometer, 15-20 kilometer di antaranya merupakan areal terdampak. "Hari ini makin meluas perkiraan kami mencapai 35-40 km, itu include dengan Teluk Balikpapan,” jelasnya.
Selain pesut, dia mengatakan, ekosistem mangrove ± 34 Ha di Kelurahan Kariangau RT 01 dan RT 02, 6.000 tanaman mangrove di Kampung Atas Air Margasari, 2.000 bibit mangrove warga Kampung Atas Air Margasari dan biota laut kepiting ikut terdampak. Upaya pemulihan masih menunggu penyelidikan polisi terkait penyebab patahnya pipa Pertamina.
Suryanto mengatakan pihaknya akan melibatkan perusahaan migas yang beroperasi di sekitar Kaltim.
“Kami ingin perusahaan migas yang menjadi leading. Oleh mereka safety dalam prosesnya akan terjamin. Membersihkan limbah berbahaya seperti ini tidak sembarangan,” ujarnya.
Sebelumnya Pemerintah Kota Balikpapan dan PPU kompak menetapkan 15 hari masa darurat lingkungan sejak akhir pekan lalu. "Kami maunya lebih cepat lebih baik kita cabut status darurat ini setelah lingkungan kita benar benar bersih dari limbah,“ kata Suryanto.
Satu sisi berdasarkan perekaman satelit yang dilakukan Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Kalimantan, areal terdampak tumpahan minyak di perairan Kota Balikpapan – Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU) mencapai 7 ribu hektare laut.
Luasan yang terdampak terbentang dari Balikpapan dan PPU mencapai 60 kilometer. “Itu semua menyebar rata-rata dari Penajam dan Balikpapan. Perekaman kami lakukan pasca kejadian melihat dampak yang tercemar,” kata Kepala P3E Kalimantan, Tri Bangun L. Sony dihubungi Bisnis, Kamis (5/4).