Bisnis.com, JAKARTA – Polemik antara PT Maybank Indonesia Tbk dengan Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) terkait dengan sengketa jual beli saham bank tersebut di PT Wahana Ottomitra Multiartha Tbk (WOM Finance) masih berlanjut.
Setelah ikut dijadikan tergugat dalam perkara di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, kubu PT Reliance Capital Management (RCM) menyatakan tuduhan Maybank Indonesia bahwa RCM menggunakan badan arbitrase yang tidak sah sangatlah tidak tepat.
Badan arbitrase itu adalah Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) yang berkantor di Gedung Soveriegn Plaza, Jalan TB Simatupang, Jakarta Selatan, untuk menyelesaikan sengketa jual beli 68,55% saham PT Bank Maybank Indonesia Tbk di PT Wahana Ottomitra Multiartha Tbk (WOM Finance) melalui Conditional Shares Sale and Purchase Agreement (CSPA).
RCM menyatakan pemilihan BANI Soveriegn tersebut berdasar pertimbangan hukum. RCM juga menampik tudingan bahwa perusahaan tidak memiliki dana untuk membeli.
Pendiri dan CEO Reliance Group Anton Budidjaja menjelaskan bahwa RCM memilih BANI Soveriegn karena telah memperoleh surat keputusan yang dikeluarkan oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia pada Juni 2016.
Dasar lainnya adalah putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan tertanggal 22 Agustus 2017, dan putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Jakarta tertanggal 21 November 2017 yang pada intinya memberikan pengakuan kepada BANI Pembaharuan yang beralamat di Gedung Sovereign Plaza.
Baca Juga
Untuk itu, RCM membantah telah melakukan wanprestasi terhadap Conditional Shares Sale and Purchase Agreement (CSPA) dan percaya bahwa tuduhan tersebut adalah alasan Maybank untuk membatalkan CSPA.
“Kami berpendapat bahwa pilihan untuk mengajukan permohonan arbitrase ke BANI yang beralamat di Gedung Sovereign Plaza pada tanggal 29 November 2017 sudah melalui pertimbangan hukum dan bukanlah suatu perbuatan melawan hukum,” tegas Anton dalam rilis yang Bisnis terima pada Kamis (5/4/2018).
Seperti diketahui, Maybank Indonesia menggugat BANI Sovereign dan 9 pihak lain atas tuduhan perbuatan melawan hukum. Gugatan yang didaftarkan pada 9 Maret 2018 tersebut bernomor perkara 229/Pdt.G/2018/PN JKT.SEL.
Dalam berkas gugatan yang diterima Bisnis, selain BANI Sovereign (tergugat 1), turut digugat Erry Firmansyah (tergugat 2), Arno Gautama Harjono (tergugat 3), Tri Legono Yanuarachmadi (tergugat 4), Anita Dewi Anggraeni Kolopaking (tergugat 5), Bacelius Ruru (tergugat 6), Titi Nurmala Siagian (tergugat 7), PT Reliance Capital Management (tergugat 8), Anton Budidjaja (tergugat 9), dan Tony Budidjaja (tergugat 10).
Kuasa hukum Maybank Indonesia Hotman Paris Hutapea mengatakan bahwa gugatan tersebut dilayangkan karena para tergugat dengan memakai nama Perkumpulan Badan Arbitrase Nasional Indonesia, yang belakangan disebut BANI Pembaharuan yang beralamat di Gedung Sovereign Plaza, dengan maksud mendapatkan uang honor arbiter telah berkonspirasi untuk merekayasa alasan dan membuat pengakuan bohong dan sepihak.
Selain itu, para tergugat merekayasa atau membuat isi surat-surat yang berisi seolah-olah Maybank Indonesia (penggugat) menunjuk tergugat 1 sebagai pilihan yurisdiksi yang berwenang mengadili sengketa rencana jual beli saham antara penggugat dan tergugat 8.
SEBELUM CSPA
Sementara itu, Anton menegaskan bahwa BANI Sovereign telah ada sebelum tanggal penandatanganan CSPA. Lebih lanjut, klausul BANI diusulkan oleh penasihat hukum Maybank tanggal 14 Desember 2016, yaitu kurang lebih 3 bulan setelah penasihat hukum Maybank menerbitkan Client Alert di website mereka mengenai adanya pendirian BANI yang beralamat di Gedung Sovereign Plaza. Karena itu, Maybank dinilai telah mengetahui adanya BANI yang beralamat di Gedung Sovereign Plaza sejak awal.
Dia justru mentakana Maybank tidak memenuhi ketentuan CSPA sehubungan dengan jangka waktu 30 hari kerja untuk mencari solusi secara damai dan tidak menanggapi permohonan arbitrase yang diajukan RCM ke BANI Sovereign Plaza.
Alih-alih, Maybank pada bulan Februari 2018 mengajukan permohonan arbitrase ke BANI yang beralamat di Gedung Wahana Graha tanpa memberikan pemberitahuan tertulis kepada RCM, kira-kira 3 bulan setelah RCM mengajukan permohonan arbitrase ke BANI Sovereign Plaza.
Anton menuduh Maybank mengajukan gugatan di PN Jakarta Selatan pada Maret 2018 dengan maksud untuk mengintervensi dan menggagalkan proses arbitrase, padahal pengajuan gugatan ke pengadilan dilarang di dalam CSPA.
“Perlu kami jelaskan bahwa penyebab awal dari terjadinya sengketa ini adalah karena adanya fakta bahwa Maybank membatalkan transaksi jual beli saham atas kepemilikan saham di PT Wahana Ottomitra Multiartha Tbk secara sepihak tanpa memiliki dasar hukum yang jelas,” tegas Anton.
Fakta tersebut dikuatkan dengan adanya permohonan-permohonan di bagian petitum gugatan yang diajukan ke PN Jakarta Selatan, yang merupakan bagian dari asas kebebasan berkontrak dan telah diatur di dalam CSPA, padahal hal-hal tersebut merupakan wewenang dari arbitrase bukan pengadilan negeri.
Nilai yang digugat dalam gugatan tersebut adalah Rp2,5 triliun yang sangat tidak proporsional dengan nilai jual beli sahamnya sendiri yang hanya senilai Rp 673 miliar,” tegasnya.
Anton mendugaprofitabilitas WOM Finance yang naik pada 2017 dari tahun sebelumnya jadi alasan Maybank melanggar CSPA. Laba WOM Finance 2017 tumbuh tiga kali lipat dibanding 2016 yang sebesar Rp60 miliar.