Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Fitra: Jangan Pilih Caleg Pernah Terbukti Korupsi

Masyarakat diingatkan untuk tidak memilih para calon legislatif yang pernah terbelit perkara korupsi sebagaimana dilakukan para anggota DPRD Sumatra Utara dan Kota Malang.
Ilustrasi
Ilustrasi

Kabar24.com, JAKARTA - Masyarakat diingatkan untuk tidak memilih para calon legislatif yang pernah terbelit perkara korupsi sebagaimana dilakukan para anggota DPRD Sumatra Utara dan Kota Malang.

Yenny Sucipto, Sekjen Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) mengatakan bahwa tindakan koruptif yang dilakukan 38 anggota DPRD Sumatra Utara dan 18 anggota DPRD Kota Malang sehingga ditetapkan sebagai tersangka telah menggangu pemerintahan daerah.

Pasalnya, fungsi legislasi, pengawasan, dan penganggaran tidak berjalan dengan baik karena para wakil rakyat tersebut melakukan korupsi sehingga harus menjalani proses hukum.

“Dampak luas dari kasus suap bisa menyebabkan masyarakat kehilangan hak untuk mendapatkan pelayanan publik yang berkualitas akibat macetnya produk legislasi dan hilangnya monitoring program di eksekutif,” ujarnya, Rabu (4/4/2018).

Karena itu, lanjutnya, Fitra mengajak publik menghukum wakil rakyat yang terbukti korupsi dengan tidak memilih kembali di Pemilihan Legislatif (Pileg) mendatang atau mengisi jabatan publik lainnya.

Masyarakat, tuturnya, harus melihat rekam jejak seorang politisi dan jangan sampai memilih pemimpin yang tidak berintegritas, karena akan berdampak luas ke pemerintahan dan masyarakat.

Fitra juga menilai laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN) harus menjadi basis data untuk melakukan monitoring terhadap pejabat yang ketahuan mendapatkan harta tidak wajar. Terkait hal ini, KPK menurut Fitra harus menindak tegas elit yang malas melapor LHKPN.

Berdasarkan data Direktorat PP LHKPN KPK 2015, tingkat kepatuhan rata-rata penyelenggara negara yang meliputi eksekutif, legislatif dan yudikatif hanya mencapai 69%. Pada capaian ini, legislatif merupakan lembaga dengan persentase kepatuhan terendah yaitu hanya mencapai 26%.

“Kami juga melihat bahwa pemerintahan daerah harus mulai membuat sistem pembahasan anggaran yang transparan. Hal ini menjadi penting agar publik luas bisa ikut berpartisipasi dalam pengawasan terhadap pembahasan APBD,” ungkapnya.

Jika hal itu tidak dilakukan, lanjutnya, maka akan selalu ada ruang transaksi untuk melakukan penyalagunaan wewenang. Berdasarkan kajian Fitra, pada 2016-2017 di 70 kabupaten/ kota yang tersebar di 19 provinsi, indeks transparansi pemerintah daerah tergolong kecil, yaitu rata-rata hanya mencapai 0,58 dari bobot nilai 0-1.

Salah satu indikatornya, dokumen publik yang sulit diakses seperti dokumen perencanaan hanya 49% bisa diakses, dokumen pelaksanaan hanya 34% bisa diakses, dan laporan pertanggungjawaban pemerintah daerah hanya mencapai 16% bisa diakses.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Saeno

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper