Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pengamat: Jangan Kembalikan Indonesia ke Sistem Hukum Feodal

Pakar Hukum Tata Negara (HTN) Margarito Kamis menilai munculnya pasal larangan penghinaan terhadap anggota DPR dalam UU MD3 dan larangan penghinaan terhadap Presiden dalam revisi UU KUHP akan mengembalikan corak tirani dan feodalisme dalam sistem hukum Indonesia.
Presiden Joko Widodo/Antara
Presiden Joko Widodo/Antara

Kabar24.com, JAKARTA – Pakar Hukum Tata Negara (HTN) Margarito Kamis menilai munculnya pasal larangan penghinaan terhadap anggota DPR dalam UU MD3 dan larangan penghinaan terhadap Presiden dalam revisi UU KUHP akan mengembalikan corak tirani dan feodalisme dalam sistem hukum Indonesia.

Menurutnya, revisi UU KUHP yang tengah dibahas di DPR tidak boleh mempertegas kecenderungan feodalisme dan tirani. Apalagi menciptakan monster pidana bagi rakyat Indonesia, ujarnya.

“Kalau di UU MD3 ada larangan penghinaan dan pemanggilan paksa anggota DPR dan larangan penghinaan Presiden RI dalam revisi KUHP, itu sama saja mengundang tirani dan menciptakan monster pidana bagi rakyat,” ujar Margarito dalam diskusi Forum Legislasi Revisi KUHP di Kompleks Parlemen, Selasa (27/3/2018).

Dia menegaskan dunia sudah berabad-abad memperjuangkan anti tirani sehingga tidak beralasan kalau akan dihadirkan kembali ke Indonesia.

Selain dihadiri Anggota DPR Sodik Mujahid (Gerindra) dan Nasir Djamil (PKS), ikut jadi nara sumber pada diksui itu pengamat hukum Bivitri Susanti dan Abdul Fikar Hajar.

Sementara itu, Bivitri menyatakan pesimistis DPR bisa merampungkan revisi UU KUHP yang teridir dari 730 pasal dengan baik, sistematis, profesional dan berkualitas. Dia beralasan banyak anggota DPR yang berlatarbelakang politisi dan bukannya ahli hukum, apalagi hukum pidana.

“Dengan keputusan 730-an pasal itu apakah dampak hukum dan pelaksanaan teknis berikut infrastrukturnya sudah disiapkan? Misalnya, kalau makin banyak orang yang dipidana dan dipenjarakan, apakah Lapas sudah menampung mereka?” katanya mempertanyakan.

Dengan demikian Bivitri tidak yakin, revisi KUHP ini akan menjawab persoalan hukum pidana yang dihadapi saat ini. “Secara substansi pun tidak yakin akan lebih baik, karena mayoritas Dewan adalah politisi,” ujarnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper