Bisnis.com, JAKARTA—Chief Executive Officer Google, Sundar Pichai, berharap China dapat memainkan peran penting dalam pengembangan teknologi kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI).
Pichai berharap dapat kembali melebarkan pengaruh raksasa mesin pencari itu di Negeri Panda meskipun hingga kini telah banyak layanannya yang ditutup.
“China telah memainkan peran besar tentang bagaimana Al dapat membentuk masa depan. Ketika kita membangun bersama, kita bisa mendapatkan ide lebih baik dengan cepat,” kata Pichai dalam forum tahunan China Development Forum di Beijing, seperti dikutip Bloomberg, Senin (26/3/2018).
Saat ini, Google telah memberikan investasi untuk usaha rintisan China, membangun aliansi paten dengan Tencent Holdings Ltd, dan menanamikan perangkat TensorFlow AI ke Negeri Panda meskipun layanan utamanya seperti pencari dan surat elektronik masih diblokir oleh pemerintah China.
Selain itu, perusahaan The Mountain View yang berbasis di California tersebut baru-baru ini telah membuka laboratorium di Beijing dengan fokus riset AI. Menurut mereka, AI bak bunga yang mekar di tengah-tengah tensi perang dagang di antara China dan AS.
“Kami telah mendapatkan tim kecil yang akan melakukan riset di sana dan tidak sabar untuk mengembangkannya,” sambung Pichai kepada audiens di konferensi itu.
Untuk menggambarkan kemampuan pertumbuhan teknologi di China, Phicai mengapresiasi layanan podcaast Cast Box milik Negeri Panda sebagai salah satu contoh dari aplikasi lokal yang mendapatkan popularitas internasional.
Adapun yang menjadi batu sandungan langkah Google di Negeri Panda bermula ketika mereka menolak untuk menyensor mesin pencariannya menggunakan sistem sensor internet China pada 2010. Sejak itu, layanan mesin pencari Google diblokir oleh pemerintah China hingga sekarang.
Kini Google bersama dengan Facebook merupakan raksasa asing yang tetap teratur mengunjungi China dalam rangka mencari celah untuk kembali mendapatkan akses di pasar yang menguntungkan tersebut, meskipun tidak pernah memperlihatkan kemajuan yang signifikan.
Adapun, konferensi tahunan ini juga dihadiri oleh pejabat dan eksekutif dari raksasa teknologi asal Paman Sam, ternasuk CEO Apple Tim Cook dan Pimpinan IBM Ginny Rometty.
Dalam kunjungannya ke China pekan lalu, para eksekutif perusahaan teknologi AS ini berupaya untuk melakukan lebih banyak bisnis di negara dengan populasi terbesar di dunia itu.
Konferensi ini diadakan di tengah tensi perang dagang semakin meningkat di antara China dan AS ini menyebabkan hasil diskusi masih belum terlihat.
Pekan lalu, Presiden Donald Trump telah mengenakan tarif impor baja dan aluminium serta tarif tambahan sebesar US$60 miliar untuk produk impor asal China. Adapun China akan membalas dengan tarif resiprokal sebesar US$3 miliar untuk produk-produk impor AS, seperti kacang kedelai.