Bisnis.com, JAKARTA -- Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) turun tangan menelusuri kasus pencurian data nasabah bank dengan modus skimming.
Pasalnya, hasil pemeriksaan penyidik Polda Metro Jaya menemukan ada aliran dana hasil kejahatan untuk pembelian mata uang virtual yaitu Bitcoin.
"Desk Fintech and Cyber Crime PPATK akan berkoordinasi dengan Cyber Crime Bareskrim Kepolisian RI," kata Wakil Kepala PPATK Dian Ediana Rae seperti dilansir Tempo.co, Minggu (18/3/2018).
PPATK mengatakan koordinasi dengan kepolisian dalam pengusutan pencucian uang bukan dilakukan kali ini saja. Sebelumnya, beberapa kasus pencucian uang lain juga telah pernah diungkap.
Dalam kasus pencurian data nasabah, terang Dian, PPATK bisa saja melibatkan lembaga lain selain Polri.
"PPATK akan melakukan koordinasi dengan pihak terkait, termasuk lembaga intelijen keuangan negara lain," ujarnya.
Meski pengungkapan kasus ini disampaikan Polda Metro Jaya, pencurian nasabah memang tidak hanya terjadi di Jakarta. Kasus serupa ditemukan terjadi di Bandung, Yogyakarta, dan Kediri.
Pada Sabtu (17/3), Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya mengumumkan penangkapan sindikat pembobol data rekening nasabah bank. Kelompok ini menggunakan modus pencurian data di kartu debit atau skimming untuk menggandakan kartu debit nasabah, lalu menguras isi tabungan.
Anggota sindikat yang diringkus terdiri dari 3 orang Rumania, 1 orang Hungaria, dan 1 warga Indonesia.
Adapun Bitcoin adalah mata uang yang tidak dapat digunakan di Indonesia. Bank Indonesia (BI) maupun Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tidak mengakui Bitcoin dan mata uang digital lainnya sebagai alat pembayaran.
PPATK pun sebelumnya sudah menyampaikan ada indikasi pencucian uang menggunakan Bitcoin.
Hasil penyelidikan Polda Metro mengungkapkan ada dugaan para pelaku skimming yang tertangkap melakukan pencucian uang hasil curiannya menjadi Bitcoin dan mata uang lain seperti euro.
"Sebagian dipindahkan ke Bitcoin," kata Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Komisaris Besar Polisi Nico Afinta.
Untuk melacak aliran dana komplotan tersangka pelaku skimming itu, Direktorat Kriminal Umum Polda Metro menyatakan siap berkoordinasi dengan OJK, BI, dan perbankan. Saat ini, polisi telah menjerat pelaku dengan Pasal 3, 4, dan 5 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dengan ancaman maksimal 20 tahun penjara.