Kabar24.com, MALANG—Gabungan Pengusaha Rokok Malang (Gaperoma) meminta Direktorat Jenderal Bea dan Cukai terus mengintensifkan pemberantasan peredaran rokok ilegal agar tidak menggerus pangsa pasar rokok legal.
Ketua Gaperoma Johny mengatakan dengan intesifnya pemberantasan peredaran rokok ilegal, maka ruang gerak peredarannya akan semakin menyempit sehingga bisa diisi rokok legal.
“Dengan cara itu, maka produksi rokok legal bisa tetap terjaga tinggi,” katanya di Malang, Jumat (2/3/2018).
Seperti diketahui, tahun ini Kementerian Perindustrian berharap industri rokok masih bisa tumbuh, setidaknya sama dengan tahun lalu.
Panggah Susanto, Dirjen Industri Agro Kemenperin, mengatakan sepanjang 2017 industri rokok mengalami kelesuan. Pada awal tahun, dia menyebutkan pihaknya belum melihat tanda-tanda perbaikan di industri ini.
Menurut Johny, jika rokok ilegal dibiarkan leluasa beredar di pasar, maka otomatis menggerus pangsa pasar rokok legal, terutama perusahaan rokok (PR) golongan II.
Baca Juga
Target pasar PR golongan II sama dengan rokok ilegal, yakni mereka yang tergolong sebagai perokok suguh, yakni perokok yang tidak terlalu memperdulikan aspek merek. Mereka merokok pada apa yang ada di pasar dan harganya terjangkau, relatif murah.
Tanpa ada langkah-langkah itu, kata dia, maka dipastikan produksi rokok akan terus menurun bersamaan terus naiknya tarif cukai rokok. Dengan naiknya tarif cukai rokok, maka otomatis akan mengurangi daya beli perokok dengan penghasilan kecil.
Belum lagi munculnya regulasi di daerah yang menghambat penetrasi pasar rokok, yakni adanya Kawasan Tanpa Rokok sehingga otomatis dapat mengurangi konsumsi rokok.
Bahan baku juga ada masalah. Seperti tembakau, sangat bergantung pada musim. “Pada musim penghujan, otomatis harganya akan terdongkrak naik karena produksi tembakau dalam negeri akan menurun,” ujarnya.
Karena itulah, jika pemerintah melarang impor tembakau, maka semakin memukul industri hasil tembakau karena harga tembakau di dalam negeri dipastikan akan terdorong tinggi.
Padahal, impor tembakau tidak bisa dihindari karena produk rokok tertentu tembakaunya sangat bergantung pada tembakau impor.
Dengan turunnya produksi rokok, kata dia, maka otomatis akan mengganggu penerimaan negara dari cukai. Apalagi jika penurunan produksi sampai mencapai di atas proporsi penaikan tarif cukai, maka otomatis penerimaan cukai akan lebih rendah bila dibandingkan tahun sebelumnya.
“Tapi kalau melihat realisasi produksi rokok sampai pada Februari, masih belum dapat dijadikan ukuran karena pabrikan masih mempunyai stok cukai yang ditebus pada akhir 2017 sebagai strategi agardapat menikmati cukai dengan tarif yang berlaku tahun itu,” ujarnya.