Kabar24.com, JAKARTA — Presiden Joko Widodo mengundang Mahfud MD dan sejumlah pakar hukum dan tata negara untuk membicarakan persoalan hukum yang terjadi di Indonesia, termasuk revisi UU MD3 dan RUU KUHP.
Mahfud MD mengatakan kedatangannya tersebut memenuhi undangan Presiden Jokowi untuk mendiskusikan masalah hukum yang saat ini terjadi di Indonesia. Ketika berdiskusi dengan Presiden, dia berusaha memberikan pandangan yang bisa menjadi alternatif dari segala persoalan hukum yang ada.
“Terus terang yang dibahas itu tentang UU MD3 dan RUU KUHP. Yang lagi ramai itu tentang KUHP, misal pasal-pasal yang dulu sudah dibatalkan Mahkamah Konstitusi tentang zina dan lesbian, gay, biseksual, dan transgender [ LGBT] kita bahas. Kita punya pandangan dan Presiden punya wewenang sepenuhnya untuk mengambil sikap tentang itu,” ucap Mahfud di Istana Negara, Rabu (28/2/2018).
Khusus untuk revisi UU MD3, terutama pasal 73, 122, dan 245, Mahfud mengungkapkan telah memberikan analisa dan pandangan masyarakat terkait pasal-pasal itu. Dia juga menyampaikan bahwa Presiden memiliki hak konstitusional untuk segera mengambil keputusan karena itu menjadi bagian dari konsekuensi jabatan.
“Semua yang di media massa, tadi dibahas satu per satu kelemahan dan kekuatannya. Presiden sangat responsif mendengar itu semua dan mengomentari satu per satu,” tambah Mahfud.
Beberapa pasal kontroversial juga dibahas, antara lain pasal yang mengatur kewenangan DPR memanggil pejabat negara, pemerintah, badan hukum secara paksa melalui kepolisian. Selain itu, pasal yang mengatur tentang diperlukannya izin Presiden dan MKD jika ada yang penegak hukum yang ingin memeriksa anggota DPR terkait hukum pidana.
Baca Juga
Terkait pasal penghinaan Presiden di RUU KUHP, Mahfud MD menolak berkomentar lebih lanjut. Intinya, dia menekankan kedatangannya kali ini hanya sebatas menganalisis dari berbagai pandangan yang beredar di luar.
“Kita tidak mengusulkan apa-apa, itu hak Presiden. Kalau sudah jadi hukum, jadi mengikat dengan segala risiko,” ujarnya.