Kabar24.com, DENPASAR—Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi atau LPJK Bali menargetkan sebanyak 12.000 tenaga kerja konstruksi tersertifikasi pada akhir 2018.
Ketua LPJK Bali Ida Bagus Nyoman Sudewa mengatakan untuk merealisasikan target tersebut pihaknya menggandeng Kementerian PU Pera, desa, mahasiswa fakultas teknik hingga mempercepat pengurusan sertifikasi. Menurutnya, langkah itu ditempuh karena gap antara tenaga kerja yang bersertifikasi dengan yang belum sangat besar di Bali.
Saat ini, nilai pembangunan infrastruktur menggunakan dana APBN hingga APBD sekitar Rp2 triliun sehingga kebutuhan tenaga kerja 30.000 orang ahli maupun terampil. Hanya saja, jumlah tenaga kerja bersertifikasi 7.000 orang atau 20% dari kebutuhan.
“Padahal dalam undang-undang itu diwajibkan sertifikasi. Jadi dalam aturan itu wajib dan kalau tidak, maka tidak bisa terlibat dalam jasa konstruksi. Sertifikat adalah pengakuan secara hukum, karena masih kekurangan 80% sehingga perlu percepatan sertifikasi,” jelasnya, Selasa (27/2/2018).
Sudewa menjelaskan untuk program percepatan melibatkan mahasiwa, nantinya akan menerapkan sistem informasi belajar insentif mandiri (Sibima) bidang konstruksi. Program yang bekerjasama dengan Kementerian PUPR ini memberikan kesempatan bagi fresh graduate dari perguruan tinggi untuk ikut pelatihan jarak jauh berbasis kompetisi dan jika lulus mendapatkan sertifikat kompetensi.
Menurutnya, Sibima akan membantu mahasiwa mendapatkan syarat ahli muda yang seharusnya baru bisa diperoleh jika minimal memiliki pengalaman satu tahun aktif belajar konstruksi. Program yang menggandeng 6 universitas di Denpasar khususnya memiliki studi teknik sipil ini diyakini sebagai solusi tercepat meningkatkan tenaga konstruksi tersertifikasi.
Baca Juga
Selain itu, LPJK Bali akan memberikan one day services certification yang dilangsungkan pada kegiatan Indo Build Tech Expo di Sanur pada awal Maret nanti. Rencananya, LPJK juga akan memangkas waktu pengurusan sertifikasi dari awalnya 14 hari kerja menjadi 7 hari kerja.
“Kami mencoba memberikan layanan kepada customer menjadi lebih pendek lagi, sehingga jadi lembaga yang meningkatkan layanan,” tuturnya.
Adapun terkait kerja sama dengan desa, LPJK akan ikut mengamati keberadaan tenaga kerja konstruksi di desa untuk kemudian langsung mengadakan sertifikasi di lokasi. Sudewa mengungkapkan sudah bekerja sama dengan dinas pekerjaan umum daerah untuk memperlancar sertifikasi tenaga kerja di desa.
Desa menjadi salah satu bidikan untuk memperbanyak tenaga konstruksi bersertifikasi karena diperkirakan banyak tenaga kerja terampil. Selain itu, dana desa yang digelontorkan oleh pemerintah pusat dimungkinkan untuk mendanai pelatihan dan sertifikasi.
“Dana sertifikasi bisa dari pemprov maupun dana desa. Karena disitu memungkinkan penggunaanya untuk memberdayaka masyarakat,” paparnya.
Menurutnya, tukang konstruksi di desa akan dilatih menggunakan standar peralatan dan mobile training unit (MBU) milik Dinas PU dan Pera untuk diuji di kelas dan lapangan. Sudewa menyatakan tukang di desa harus disertifikasi agar dapat bekerja secara prosedural serta sesuai standar.
Wakil Ketua II LPJK Bali Roy Mardhian Danny menjelaskan baru dua kabupaten kota yakni Badung dan Denpasar sepakat dengan sertifikasi tenaga kerja di desa. Total ada 60 desa di Badung dan 20 desa di Denpasar yang sepakat melakukan sertifikasi.
“Kalau dari setiap desa anggap saja 30 orang maka bisa dampaknya akan sangat besar,” jelasnya.