Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

HUBUNGAN DUA KOREA: Aksi Lanjutan Usai ‘Damai’ di Pyeongchang

Akankah dua Korea segera melangkah menuju reunifikasi bersejarah yang ditunggu-tunggu usai gelaran olimpiade musim dingin di Korea Selatan?
Wakil Presiden AS. Mike Pence duduk di depan saudara perempuan Pemimpin  Korea Utara Kim Jong Un, Kim Yo Jong saat  menghadiri upacara pembukaan Olimpiade Musim Dingin di Pyeongchang, Korea Selatan 9 Februari 2018./Reuters
Wakil Presiden AS. Mike Pence duduk di depan saudara perempuan Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un, Kim Yo Jong saat menghadiri upacara pembukaan Olimpiade Musim Dingin di Pyeongchang, Korea Selatan 9 Februari 2018./Reuters

Kabar24.com, JAKARTA--Olimpiade musim dingin 2018 baru saja usai. Kelak ajang olahraga internasional yang digelar di Pyeongchang, Korea Selatan pada 9-25 Februari itu akan dikenang sepanjang masa oleh dua Korea yang berbeda ideologi.

Dunia hampir tak percaya dua Korea bisa ‘berdamai’ di kota resor musim dingin yang sangat terkenal itu. Perang Korea memang telah berakhir. Namun perjanjian damai belum ada.

Yang membuat dua Korea tidak berperang lagi adalah gencatan senjata yang ditandatangani pada 27 juli 1953 setelah tiga tahun berkecamuk perang besar di semenanjung itu. Konflik bersenjata yang nyaris menyulut Perang Dunia III.

Dalam bukunya yang terkenal berjudul Catatan Perang Korea (1951), Muchtar Lubis--wartawan perang asal Indonesia yang mendapat akreditasi dari PBB dan memperoleh izin meliput dari Panglima Perang AS saat itu, Jendral Mac Arthur—menyebut pertempuran hebat tersebut sebagai ‘keruntuhan peri kemanusiaan’.  

                                                                                                    ***

Sepanjang Februari ini Pyeongchang dingin luar biasa. Salju menyelimuti hampir seluruh bagian kota yang sering disebut sebagai Sapporo-nya Jepang itu.

Kota yang berada di wilayah pegunungan Taebaek, Korea Selatan ini memang menggantungkan hidupnya dari dingin dan salju. Salju musim dingin senantiasa membuatnya ‘hangat’ karena kota menjadi lebih hidup dan penuh gairah.

Turis berbondong-bondong berkunjung ke Pyeongchang yang hanya butuh waktu sekitar dua jam berkendaraan pribadi dari Seoul, untuk menikmati sensasi musim dingin. Bisnis pariwisata setempat selalu panen besar. Namun musim dingin kali ini bisa jadi merupakan panen terbesar sepanjang hidupnya. Dan bersejarah!

Pertama, ia menjadi tuan rumah Olimpiade Musim Dingin 2018 yang berlangsung pada 9-25 Februari, sekaligus yang pertama bagi Korsel dan olimpiade kedua bagi Negeri Ginseng setelah Olimpiade Musim Panas 1988 di Seoul. 

Kedua, olimpiade ini berhasil ‘menyatukan’ dua Korea. Pada 1988, Korea Utara memboikot Olimpiade Seoul. Kali ini di Pyeongchang, Korut mengirimkan puluhan atletnya untuk ikut berlaga. Bahkan kedua negara yang berseteru sejak 1950 itu juga sepakat menggabungkan tim hoki es wanita dalam gelaran olah raga internasional tersebut.

Memang dalam skala yang lebih kecil, atlet Korut pernah juga menyeberang ke selatan saat berpartisipasi di Asian Games Incheon 2014.

Bedanya, tensi dan konstelasi politik global saat ini, terutama di Semenanjung Korea lebih mencekam akibat program rudal jarak jauh Korut. Oleh karena itu, tak terbayang dua Korea bisa berjumpa dalam suasana damai olahraga yang berprinsip menjunjung tinggi fair play

Padahal sebelumnya Pyongyang gencar melakukan uji coba rudal balistik. Selama 2017 Kim Jong Un menembakkan sedikitnya lima rudal yang membuat ketegangan memuncak. AS dan Jepang dibuat geram. Situasi makin panas karena Presiden Trump mengancam menghancurkan Korut.

Krisis rudal Kuba pada 1962 silam kembali menghantui. Bahkan sehari sebelum Olimpiade Pyeongchang dibuka, Korut masih ‘bermain api’ dengan mengubah hari kelahiran tentara nasionalnya menjadi 8 Februari dari sebelumnya 25 April, yang diikuti parade militer besar-besaran berikut show off arsenal tempur terkini negara itu.

Mau olahraga, mau damai atau mau perang? Bisa dipahami bila Pyongyang dipandang tidak ingin kehilangan kegarangannya. Yang jelas, semangat reunifikasi Korea seharusnya tidak berhenti di Pyeongchang saja. Tugas sejarah dua negara sebangsa tersebut perlu dilanjutkan dalam tataran yang lebih konstruktif dan intens guna membangun paradigma baru yang lebih segar untuk menjawab tantangan zaman yang kian kompleks.

Dalam dunia yang damai, panggung kompetisi global pun niscaya akan berlangsung lebih bermartabat. Semua peserta (negara) dapat mengeluarkan kemampuan maksimalnya, karena energi, biaya, dan sumber daya yang tersedia dapat difokuskan untuk pembangunan. 

Indah sekali bila damai di Pyeongchang juga berhembus sampai jauh ke titik-titik di belahan bumi lain yang masih diliputi hawa permusuhan, konflik, dan perang.

Kita boleh lega karena Perang Dingin Timur-Barat sudah lama berlalu. Namun perang terbuka skala besar di Era Disrupsi saat ini bukan pula suatu kemustahilan. Teknologi mesin perang serba robot sudah makin maju dan mematikan. Apalagi kini hulu ledak nuklir tidak lagi dimonopoli dua super power.

Selain membuat dunia tidak aman, keinginan tak terkendali untuk menjadi penguasa kawasan atau the new super power juga bisa membuat ekonomi global meradang.

Dua Korea sudah membuktikan itikad baiknya di ajang olimpiade musim dingin sebagai pijakan untuk menuju ke sebuah perdamaian besar dan langgeng yang dicita-citakan: Reunifikasi Korea! 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Inria Zulfikar
Editor : Inria Zulfikar

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper