Kabar24.com, KUPANG - Pengamat politik dari Universitas Katolik Widya Mandira Kupang Mikhael Bataona MA menilai sulit bagi para aktor politik dalam ajang Pemilu Gubernur Nusa Tenggara Timur untuk menjalankan kampanye damai.
"Dengan karakter pemilih di NTT yang mayoritasnya masih pemilih tradisional ini akan sulit bagi para aktor politik untuk menjalankan kampanye damai," kata Mikhael Bataona kepada Antara di Kupang, Jumat (16/2/2018).
Dia mengemukakan hal itu, ketika dimintai pandangan seputar deklarasi kampanye damai Pilgub NTT pada kamis (15/2/2018), dan bagaimana para cagub bisa mengimplementasikan dalam pelaksanaannya di lapangan.
Menurut dia, dari pemilu ke pemilu, para pemilih di NTT masih terus dikerangkeng dan didominasi oleh wacana-wacana dan isu-isu politik identitas.
Isu suku dan agama masih kental bermain dalam format politik praktis yang didukung juga oleh fakta bahwa NTT adalah daerah miskin dan masih banyak wilayah belum cukup terbuka dari isolasi informasi.
"Menurut hemat saya, akan sulit untuk menyaksikan model politik gagasan di Pilgub kali ini," katanya.
Baca Juga
Selain isu identitas, masalah ekonomi akan turut bermain sehingga aturan KPU hanya akan menjadi formalitas kosong di tataran praktis politik para tim sukses di lapangan, katanya.
"Kita bisa melakukan semacam kajian etnografi virtual mini untuk membuktikan bahwa Pilgub di NTT sudah sangat kasar sejak awal. Hanya dengan menganalisis data empirik berupa obrolan nitizen di dunia maya," katanya.
Facebook, misalnya, bisa ditemukan jutaan fakta bahwa politik di NTT, masih dibelenggu oleh obrolan-obrolan tidak bermutu, juga kampanye hitam, walaupun sudah ada sebagian kecil yang melempar isu edukatif soal politik.
"Artinya demokrasi di NTT, walaupun disebut maju tapi itu hanya di atas kertas karena faktanya justru sebaliknya," tambah staf pengajar pada Fakultas Ilmu Sosial Politik Unwira Kupang itu.