Bisnis.com, JAKARTA -- Tak terima dengan penerapan tarif baru penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dari penerbitan surat tanda nomor kendaraan atau STNK, seorang warga Pamekasan mengajukan uji materi ke Mahkamah Agung.
Hasilnya cukup mengejutkan. Meski MA tidak membatalkan kenaikan tarif penerbitan STNK, tapi menghapus salah satu jenis tarif yang selama setahun belakangan dikenakan kepada pemilik kendaraan bermotor di Tanah Air.
Pemohon uji materi adalah Moh. Noval Ibrohim Salim, beralamat di Dusun Tlangi I, Desa Waru Barat Kecamatan Waru, Pamekasan. Dalam uji materi Noval diwakili kuasa hukumnya dari kantor Sholeh & Partners.
Termohon adalah Presiden RI yang memberi kuasa kepada Menteri Sekretaris Negara.
Permohonan Noval tertanggal 18 Januari 2017 diterima di Kepaniteraan Mahkamah Agung pada tanggal 06 Februari 2017 dan diregister dengan Nomor 12 P/HUM/2017.
Intinya, Noval selaku pemohon keberatan terhadap Lampiran No. D angka 1 dan 2, Lampiran No. E angka 1 dan 2, Lampiran No. H angka 1 dan 2 Peraturan Pemerintah No. 60 Tahun 2016 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Baca Juga
PP No. 60/2016 itu diterbitkan pemerintah pada 2 Desember 2016 dan berlaku efektif mulai 6 Januari tahun berikutnya. Sebelumnya tarif penerbitan STNK Rp50.000 dan dengan PP tersebut diubah menejadi Rp100.000.Untuk kendaraan roda empat atau lebih dari Rp75.000 menjadi Rp200.000.
Sementara itu, untuk pengesahan STNK dari semula gratis menjadi dikenai tarif Rp25.000 untuk roda dua dan Rp50.000 untuk kendaraan roda empat.
Menurut pemohon di samping pengenaan tarif pengesahan STNK tidak ada dasar hukumnya, termohon sama sekali tidak mempertimbangkan kondisi sosial masyarakat yang terbebani dengan kenaikan bahan bakar minyak, kenaikan tarif listrik dan lain-lain.
Menanggapi permohonan uji materi, MA mengeluarkan pendapat di antaranya bahwa penyesuaian tarif PNBP terkait STNK dan BPKB dilakukan karena tarif dasarnya berdasarkan kondisi tahun 2010 (pada saat diberlakukannya PP Nomor 50 Tahun 2010) sudah tidak relevan lagi jika diterapkan pada 2016.
“Selain itu penerbitan Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2016 diawali dengan adanya usulan penyesuaian dari Badan Pemeriksa Keuangan dan Badan Anggaran DPR, karena adanya temuan di lapangan mengenai adanya kenaikan bahan material untuk STNK dan BPKB,” kata Ketua Majelis Hakim Agung Supandi, yang didampingi hakim anggota Is Sudaryono dan Yosran, seperti dikutip Bisnis dari putusan MA, Kamis (15/2/2018).
Meski begitu, menurut Mahkamah ketentuan dalam Lampiran Nomor E angka 1 dan 2 dianggap berlebihan dan dapat dikualifikasi sebagai pungutan ganda, karena pada saat pajak kendaraan dibayar, PNBP STNK sudah dipungut.
“Hal ini nyata-nyata bertentangan dengan ketentuan Pasal 73 ayat (5) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 Tentang Administrasi Pemerintahan, yang menegaskan bahwa legalisasi/fotokopi dokumen yang dilakukan Badan atau Pejabat Pemerintahan tidak dipungut biaya,” bunyi pendapat MA yang diketok pada 14 Juni 2017.
Oleh karena itu, MA memerintahkan kepada Presiden RI untuk mencabut Lampiran Nomor E angka 1 dan 2 Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2016 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Artinya, pungutan dari pengesahan STNK sudah seharusnya dikembalikan seperti sebelumnya, yakni gratis.