Bisnis.com, PADANG — Kenaikan harga daging ayam ras dalam beberapa pekan terakhir memicu inflasi awal tahun di dua kota di Sumatra Barat yakni Padang dan Bukittinggi. Kedua kota mengalami inflasi masing-masing 0,43% dan 0,75%.
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Sumbar Sukardi menyebutkan inflasi pada awal tahun ini dipicu naiknya harga sejumlah komoditas pokok terutama daging ayam ras.
“Inflasi Januari terjadi karena naiknya harga beberapa komoditas seperti daging ayam ras, bawang merah, dan cabai merah,” katanya, Kamis (1/2/2018).
Daging ayam ras mengalami inflasi 9,53% di Padang, serta berkontribusi 0,09% terhadap total inflasi ibukota provinsi Sumbar itu. Adapun di Bukittinggi mengalami inflasi 4,61%.
Harga daging ayam ras di Pasar Raya Padang pekan lalu dijual di kisaran harga Rp35.000 hingga Rp40.000 per ekor dengan besar sekitar 1 – 1,5 kg.
Selain daging ayam ras, pemicu inflasi di Kota Padang adalah naiknya harga kue kering sebesar 35%, cabai merah 1,81%, mie 7,5%, dan bawang merah sebesar 4,86%.
Adapun di Kota Bukittinggi, inflasi dipicu naiknya harga bawang merah 18,99% dengan kontribusi inflasi 0,14%, kemudian cabai merah 4,42%, tariff parkir 26,67%, dan dan bahan bakar rumah tangga 1,54%.
Sukardi mengungkapkan secara keseluruhan inflasi dua kota itu dipengaruhi naiknya biaya pada kelompok pengeluaran bahan makanan di Padang 0,19% dan Bukittinggi 0,41%, kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau masing-masing 0,16% dan 0,04%.
Kemudian, kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar masing-masing 0,10% dan 0,12%, kelompok sandang 0,04% dan 0,02%, dan kelompok pendidikan, rekreasi, dan olahraga masing-masing 0,03% dan 0,01%.
Adapun, laju inflasi year on year (yoy) jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu, Kota Padang mencatatkan inflasi 1,97% dan Bukittinggi 1,90%.
Sebelumnya, Bank Indonesia memperkirakan inflasi keseluruhan Sumbar tahun ini berada di kisaran 3,1% - 3,6% didorong meningkatnya daya beli masyarakat.
“Tahun lalu stabil, tahun ini perkiraannya juga lebih stabil di kisaran 3,1% - 3,6%,” kata Endy Dwi Tjahjono, Kepala Bank Indonesia Perwakilan Sumbar.
Meski dinilai stabil, dia mengingatkan potensi kenaikan harga minyak dunia yang akan ditransmisikan ke BBM domestik, akan memberikan tekanan pada kelompok volatile food yang rentan mengalami gejolak harga.
Termasuk perubahan iklim dan cuaca ektrem yang berpotensi mengganggu musim panen dan menghambat jalur distribusi pasokan komoditi pokok di Tanah Air.