Bisnis.com, JAKARTA--Kementerian Dalam Negeri menyatakan pertimbangan dalam pengangkatan penjabat gubernur memerlukan kajian mendalam.
Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengatakan pertimbangan tersebut salah satunya didasarkan atas tingkat kerawanan daerah bersangkutan.
Misalnya, ketika dirinya memilih kepala daerah tahun lalu dengan mengangkat Mayor Jenderal Soedarmo menjadi Penjabat Gubernur Aceh dan Irjen Carlo Tewu menjadi Penjabat Gubernur di Sulawesi Barat.
"Pilkada tahun kemarin saya tempatkan Mayjen TNI di Aceh dan Irjen Polisi di Sulbar. Tidak jadi masalah dan Pilkada aman. Pendekatannya stabilitas dan gelagat kerawanan," kata Tjahjo di Jakarta, mengutip keterangan resminya, Jumat (26/1).
Begitu pun sekarang, opsi untuk menempatkan perwira tinggi TNI dan Polri sebagai Penjabat Gubernur berdasarkan pertimbangannya sama. Pasalnya, dia mengemukakan tidak mungkin semua eselon I di Kemendagri menjadi Penjabat Gubernur di 17 provinsi.
"Maka saya ambil dari instansi lain dan wagub yang tidak maju Pilkada dan belum habis masa jabatannya," ujarnya.
Prinsipnya, dalam pengangkatan Penjabat Gubernur, ia bekerja sesuai aturan saja. Dalam UU Nomor 10 tahun 2016 tentang Pilkada, disebutkan untuk mengisi kekosongan jabatan Gubernur diangkat Penjabat Gubernur yang berasal dari jabatan pimpinan tinggi madya sampai dengan pelantikan Gubernur sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Aturan lain yang jadi payung hukum pengangkatan Penjabat Gubernur, kata dia, adalah Permendagri Nomor 1 Tahun 2018 tentang Cuti Diluar Tanggungan Negara bagi Gubernur , Wagub, Bupati, Wabup, Walikota dan Wawalikota
"Pasal 4 ayat (2), menyatakan Penjabat Gubernur berasal dari pejabat pimpinan tinggi madya atau setingkat di lingkup pemerintah pusat atau provinsi. Dan, Gubernur yang sudah dua kali jabatan, Plt-nya ya saat gubernur dan wagub habis masa jabatannya. Ada yang habis masa jabatan setelah selesai Pilkada serentak ya tetap ada Plt sampai pelantikan gubernur baru," tuturnya. (Akw)