Bisnis.com,JAKARTA- Konflik di tubuh Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura) masih terus meruncing. Kubu Oesman Sapta menilai Daryatmo dan Sarifuddin Sudding dari kubu seberang memiliki dosa-dosa politik.
Peterus Selestinus, Ketua Departemen Hukum Bidang Penyelesaian Konflik Internal DPP Partai Hanura mengatakan bahwa lima dosa politik mereka yakni menggelar musyawarah nasional luar biasa yang diselenggarakan tanpa didukung alasan yuridis menurut AD dan ART partai.
Pasalnya dalam konstitusi partai tertulis bahwa musyawarah itu dilakukan jika ketua umum berhalangan secara tetap, mengundurkan diri secara tertulis, melanggar AD dan ART, dan didukung 2/3 DPD dan 2/3 DPC.
"Dosa kedua, Munaslub dilakukan tanpa ada Rapat DPP Partai dan tanpa ada Keputusan Dewan Kehormatan Partai, ketiga, jumlah peserta yang hadir di dalam Munaslub tidak memenuhi quorum dan terdapat manipulasi peserta Munaslub," katanya hari ini Sabtu (20/1/2018).
Adapun dosa yang lain, ujarnya, Munaslub diselengarakan setelah Daryatmo, Sariffuddin Sudding dan yang lainnya diberhentikan dari keanggotaan dan Kepengurusan DPP. Partai Hanura.
Sementara itu, lanjutnya, keberadaan DPP Partai Hanura versi Daryatmo dan Sariffuddin Sudding melanggar larangan pasal 26 UU Partai Politik.
Lima dosa politik Daryatmo dan Sariffuddin Sudding tadi menurutnya, dapat dikualifikasi sebagai perbuatan melanggar hukum, maka bagi kader Partai Hanura terutama DPD dan DPC Partai Hanura yang merasa dirugikan secara pidana dan perdata akibat perbuatan Daryatmo dan Sudding, dupersilajan menuntut pertanggungjawaban secara pidana dengan melaporkan ke Kepolisian dan menggugat secara perdata untuk menuntut ganti rugi melalui pengadilan.
"Terlebih-terlebih oleh karena merrka telah merancang sebuah gerakan Munaslub yang tidak sesuai AD dan ART serta agendanya pun tidak sesuai dengan fakta-fakta hukum yang ada," tambahnya.