Bisnis.com, JAKARTA—Upaya sekelompok kader yang berusaha memecat Ketua Umum DPP Partai Hanura Oesman Sapta Odang (OSO) dianggap sebagai tindakan inkonstitusional selain melanggar AD/ART.
Petrus Selestinus , Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI), berpendapat bahwa jabatan Ketua Umum DPP Partai Hanura berdasarkan AD/ART partai adalah penanggungjawab keseluruhan struktur organisasi. Dengan demikian, seorang ketua umum juga memiliki berbagai kewenangan.
Menurutnya, ada tiga kewenangan "eksklusif" secara "dominus litis" bagi Ketua Umum Partai Hanura seperti menetapakan calon presiden dan wakil presiden bersama Ketua Dewan Pembina.
Ada pun kewenangan kedua adalah menetapkan kader partai di lembaga eksekutif tingkat nasional serta calon gubernur dan wakil gubernur bersama Dewan Pembina.
“Ketua umum juga punya kewenangan mengambil kebijakan dan keputusan yang bersifat strategis dalam kondisi tertentu untuk penyelamatan Partai Hanura, khususnya dalam mengikuti tahapan pemilu legislatif dan pilpres,” ujar Petrus hari ini Selasa (16/1/2018).
Dia menambahkan bahwa fakta di lapangan membuktikan sebagian kader Partai Hanura, melalui rapat-rapat di luar Forum Rapat Partai Hanura telah mengangkat Marsekal Madya Daryatmo sebagai Plt. Ketua Umum DPP Partai Hanura.
Pertanyannya, kata dia, apakah pengambilalihan jabatan Oesman Sapta sebagai Ketua Umum Partai Hanura hanya dengan kekuatan "Mosi Tidak Percaya" di tengah Ketua Umum Partai Hanura sedang melaksanakan tiga kewenangan Ketua Umum DPP?,” ujarnya mempertanyakan.
Pengacara Peradi itu mengatakan jika Marsda Daryatmo dkk.bertujuan merebut tiga kewenangan ketua umum yang eksklusif dan dominus litis di atas, maka ini adalah sebuah kudeta yang gagal total.
Terkait hal itu, Kementerian Hukum dan HAM diminta untuk tidak terjebak dalam permainan tersebut tidak memproses permohonan pergantian kepengurusan DPP Partai Hanura a/n. Plt. Ketua Umum Daryatmo dan Sekjen Sarifudding Suding.
"Karena kepengurusan mereka merupakan produk yang inkonstitusional," ujarnya.