Bisnis.com, JAKARTA - Koalisi oposisi Venezuela meminta pemerintah menggelar pemilu pada pertengahan tahun ini.
Pembicaraan resmi lanjutan antara pemerintahan Nicolas Maduro dan pihak oposisi digelar pada Kamis (11/1/2018). Seperti dilansir dari Bloomberg, pertemuan kedua pihak dilakukan di Republik Dominika, negara tetangga di utara Venezuela.
Dialog antara kedua pihak seringkali berakhir tanpa hasil. Permintaan utama kubu oposisi dalam pertemuan dua hari ini adalah penciptaan situasi yang kondusif untuk menyelenggarakan pemilu yang bebas dan adil.
Awalnya, pihak oposisi meminta pemilu diselenggarakan pada Oktober 2018, tapi kemudian memajukannya ke 8 Juli 2018. Alasannya, krisis di Venezuela makin mengkhawatirkan dan adanya keinginan besar untuk memperbaiki kondisi negara dalam enam bulan pertama tahun ini. Negara Amerika Selatan itu mengalami hiperinflasi dan banyak penduduknya tidak mendapatkan pasokan makanan karena suplai habis.
Meski demikian, banyak warga Venezuela yang skeptis pertemuan tersebut dapat menghasilkan kesepakatan yang menguntungkan. Beberapa pihak bahkan menduga Maduro menggunakan negosiasi ini untuk mengulur waktu.
Saat ini, Pemerintah Venezuela tengah memiliki keterbatasan dana dan dibayangi oleh sanksi AS yang dapat menghalangi upaya mendapatkan dana segar. Tekanan dari utang luar negeri pun makin besar.
Pihak oposisi juga memberi sejumlah persyaratan untuk terselenggaranya pemilu. Di antaranya, partai politik besar yang didiskualifikasi karena memboikot pemilu daerah pada 2017 untuk diperbolehkan mengikuti pemilu, adanya perubahan keanggotaan di komisi pemilu nasional, dan sistem yang lebih baik untuk warga Venezuela yang ada di luar negeri.
Koalisi oposisi pun meminta pemerintah menerima bantuan internasional untuk mengatasi berbagai permasalahan kemanusiaan yang terjadi karena krisis.
Sementara itu, pihak pemerintah telah menyatakan tidak akan mengambil kesepakatan apapun selama sanksi dari AS dan negara-negara lainnya tidak dicabut.