Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Waduh, Kekayan Literatur Keagamaan Nusantara Belum Diurus

Kementerian Agama akan membentuk 100 lembaga Tahqiq Al-Kutub di sejumlah daerah di Indonesia yang padat naskah atau memiliki banyak leteratur keagamaan dan kebudayaan.
Manuskrip sejarah Aceh/Istimewa
Manuskrip sejarah Aceh/Istimewa

Bisnis.com, JAKARTA-Kementerian Agama akan membentuk 100 lembaga Tahqiq Al-Kutub di sejumlah daerah di Indonesia yang padat naskah atau memiliki banyak literatur keagamaan dan kebudayaan.

Kepala Badan Litbang dan Diklat Kemenag, Abd Rahman Mas’ud, mengatakan pembantukan 100 lembaga itu dipercayakan kepada Puslitbang Lektur, Khazanah Keagamaan, dan Manajemen Organisasi Badan Litbang dan Diklat Kemenag.

“Upaya membentuk Lembaga Tahqiq al-Kutub ini dengan mengandeng sejumlah Perguruan Tinggi Keagamaan Islam dan pondok pesantren," katanya, Rabu (10/1/2018).

Menurutnya, daerah padat naskah itu antara lain Banda Aceh, Medan, Riau, Padang, Palembang, Jambi, Lampung, Banten, Jakarta, Cirebon, Tasikmalaya, Yogyakarta, Semarang, Surakarta, Surabaya, Tuban, Lombok, Bali, Madura, Makassar,  Palu, Ambon, Buton, Ternate, Banjarmasin, Pontianak, dan Papua.

Dia dalam laman resmi Kemenag, menjelaskan upaya membentuk Lembaga Tahqiq Al-Kutub itu dilaksanakan dengan menggandeng sejumlah Perguruan Tinggi Keagamaan Islam, Pondok Pesantren dan masyarakat.

Sementara itu Menteri Agama, Lukman Hakim Saifuddin, juga meminta Puslitbang Lektur, Khazanah Keagamaan, dan Manajemen Organisasi Badan Litbang dan Diklat Kemenag agar umembentuk Pusat Kajian Manuskrip Keagamaan Nusantara.

"Sudah semestinya Indonesia sebagai negara yang begitu besar punya Pusat Kajian Manuskrip Keagamaan Nusantara. Ini penting untuk menjawab ekspektasi masyarakat yang begitu besar kepada Kementerian Agama," ujarnya.

Menurutnya, Indonesia sesungguhnya kaya dengan manuskrip keagamaan yang tersebar di masyarakat dalam kondisi yang memperihatinkan.

Untuk itu, lanjunya, pembentukan pusat kajian harus segera dimulai secara bertahap, misalnya dengan digitalisasi naskah, dan membuat film-film dokomenter sebagai bentuk konservasi warisan itu. 

“Sedangkan untuk mewujudkan hal ini, perlu penyesuaian dan modifikasi sejumlah program yang mendukung," tegasnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper