Bisnis.com,JAKARTA — Menteri Negara Pemuda dan Olahraga pada periode 1988-1993, yang kini menjabat sebagai Wakil Ketua Dewan Kehormatan Partai Golkar, Akbar Tandjung mengatakan partai berlambang beringin tersebut harus tetap menjaga tren positif dengan menargetkan menjadi dua besar peraup suara terbanyak dalam pemilu legislatif serentak 2019.
Kendati, Ketua Umum Partai Golkar 1998 – Desember 2004 itu sadar, saat ini partainya sedang didera masalah penurunan elektabilitas dan kepercayaan masyarakat. Ini akibat stigma korupsi pasca Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto terjerat dugaan korupsi KTP berbasis elektronik dan ditahan KPK.
Melihat rekam jejak, Partai Golkar selalu berada pada posisi dua besar pada pemilu legislatif sejak era reformasi, yang ditandai oleh Presiden Soeharto menyerahkan kepemimpinan kepada Wakil Presiden Prof. DR. B.J. Habibie. Pada pemilu 1999, Partai Golkar meraih suara terbesar kedua setelah PDIP.
Pada 2004, langsung di bawah komando Akbar, Partai Golkar menjadi pemenang pemilu legislatif.
Pada 2009, Partai Golkar –yang sebelumnya bernama Golongan Karya (Golkar) dan Sekretariat Bersama Golongan Karya (Sekber Golkar)-- kembali menempati urutan kedua dengan raihan suara terbanyak setelah Partai Demokrat dan pada 2014, Partai Golkar kembali meraih peringkat kedua setelah PDIP.
Menurut Akbar, untuk mempertahankan tren positif tersebut Partai Golkar harus membangun spirit baru.
Baca Juga
“Untuk itu, harus dengan kepemimpinan bersih. Kalau tidak, akan turun, kemarin [2014] kedua di bawah PDIP dan ketiga adalah Partai Gerindra dengan perbedaan sekitar 18 kursi di DPR. Kalau tren Golkar turun dan Gerindra naik, bisa kesalip,” ujarnya, Jumat (8/12/2017).
Akbar, yang pada 1983-1988 menjabat Wakil Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Pusat Partai Golkar, pun menyindir pimpinan-pimpinan Partai Golkar saat ini.
Menurutnya hitung-hitungan tersebut saat ini tidak ada dalam pikiran pimpinan Partai Golkar. “Yang dipikirkan anggaran,” ujarnya.
Oleh karena itu, dia sepakat dengan DPD I Partai Golkar yang sudah mengajukan permohonan musyawarah nasional luar biasa atau munaslub untuk segera mengganti Setya Novanto.
Dia berpesan, pemimpin baru Golkar nantinya harus memiliki rekam jejak yang jelas dalam membesarkan partai.
Dia menekankan, siapa pun yang terpilih harus bersih dari potensi msalah hukum khususnya korupsi.
“Karena yang muda tidak menjamin banyak yang ditahan karena korupsi. Pengamat publik pun bisa kasih saran pada partai saat merekrut caleg. Agar baik kepentingan politik kita ke depan,” ujarnya.