Bisnis.com, JAKARTA - Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) menginisiasi penyusunan buku Fikih Zakat Kontekstual yang akan menjadi rujukan bagi organisasi pengelola zakat dan masyarakat umum dalam mengelola zakat sesuai syariat Islam.
Ketua Baznas, Bambang Sudibyo, mengatakan, buku fikih tersebut memiliki peran strategis dalam media sosialisasi dan pengarahan kepada umat untuk senantiasa meningkatkan katakwaan, khususnya dalam melaksanakan perintah zakat.
“Kehadiran buku ini dapat menjawab permintaan dan kebutuhan Baznas, Baznas Provinsi, Baznas Kabupaten/Kota dan Lembaga Amil Zakat dalam melakukan pengelolaan zakat,” katanya dalam Focus Group Discussion Fikih Zakat Kontekstual di Jakarta, Rabu (29/11/2017)
Menurutnya, penyusunan buku Fikih Zakat Kontekstual juga menjadi pemandu bagi pelaksanaan Undang-Undang No. 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat yang antara lain menyebutkan bahwa salah satu asas pengelolaan zakat adalah berasaskan syariat Islam.
Dia menjelaskan buku Fikih Zakat Kontekstual dapat memperkaya referensi masyarakat Islam pada umumnya sehingga bisa berdakwah tentang zakat dengan tepat, sebagai rukun Islam yang memiliki peran strategis dalam pembangunan perekonomian ummat.
Selain itu, lanjtunya, buku tersebut juga berperan menyosialisasikan ajakan kepada ummat Islam agar berzakat melalui lembaga zakat resmi yang telah disahkan oleh pemerintah.
Bambang yang mantan Menteri Keuangan itu juga mengatakan bahwa zakat adalah kewajiban yang dikenakan terhadap harta benda sehingga pelaksanaan ibadah dan juga merupakan kewajiban sosial.
Dengan demikian, imbuhnya, zakat merupakan kewajiban sosial yang bersifat ibadah, dan menunaikan zakat berarti pensucian terhadap hati nurani dan menunaikan kewajiban yang telah ditetapkan sesuai syariat Islam.
Menurutnya, Indonesia sebagai negara berpenduduk mayoritas muslim terbesar di dunia, memiliki potensi zakat terbesar. Berdasarkan data penelitian dari Baznas pada 2016, potensi zakat nasional mencapai Rp286 triliun.
Setiap tahun pengumpulan zakat terus mengalami peningkatan, imbuhnya, pada 2010, potensi zakat diperoleh mencapai sekitar Rp217 trilun itu mengalami peningkatan pada 2016 yang menyentuh angka Rp286 triliun.
"Namun, di tingkat nasional zakat dikumpulkan oleh lembaga badan amil resmi baru mencapai Rp5,1 triliun, masih kecil sekali, masih ada ruang pengumpulan zakat yang besar," ujarnya.
Dia mengungkapkan seiring dengan perkembangan zaman, saat ini penyaluran zakat lebih beragam. Misalnya, individu atau perusahaan sekarang bisa berzakat saham atau zakat obligasi dan lain sebagainya.