Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Warga Poboya Tinggalkan Merkuri, Peneliti & Legislatif Apresiasi

Perubahan pola perilaku masyarakat penambang di Kabupaten Poboya, Palu, yang tak lagi memakai merkuri diapresiasi oleh sejumlah pihak.
Kota Palu/Antara
Kota Palu/Antara

Kabar24.com, JAKARTA – Perubahan pola perilaku masyarakat penambang di Kabupaten Poboya, Palu, yang tak lagi memakai merkuri diapresiasi oleh sejumlah pihak.

Sejumlah akademisi yang pernah meneliti pencemaran merkuri di lokasi penambangan emas meyakini kesadaran masyarakat ini telah memberi dampak signifikan bagi perbaikan lingkungan Palu, Poboya dan sekitarnya.

Dosen Agroteknologi di Universitas Tadulako, Isrun Muh Nur menyebutkan apabila warga bersepakat tak lagi menggunakan merkuri di area penambangan emas, diyakini kondisi lingkungan pasti membaik.

Sebelumnya, ketika penelitian selama dua tahun bersama-sama dengan universitas asal Jepang hingga tahun 2013, Isrun mengamati mayoritas penambang tradisional di Toboya, masih punya kebiasaan menggunakan bahan merkuri.

Saat itu, hasil penelitiannya menggunakan empat media yakni tanah, tanaman, air dan udara masih diperoleh hasil kalau pencemaran limbah kerap terjadi akibat belasan ribu mesin tromol atau gelundung, yang setiap digunakan masing-masing memakai hingga 150 mililiter bahan merkuri.

“Jadi kalau tidak ada lagi penggunaan merkuri, akan signifikan penurunan pencemarannya. Sebab tadi pencemarannya setiap hari mencapai 150 mililiter dikali 17.000 sekian tromol dikali penggunaan tiga kali sehari. Jadi penghentian pemakaian merkuri ini dampaknya besar sekali,” ungkap Isrun, Selasa (3/10).

Sementara buat area yang telah tercemar butuh proses yang tak dapat diprediksi. Tapi menurutnya bukan tak mungkin keadaannya dapat terus menurun di masa-masa selanjutnya. Bahan merkuri dapat menguap dalam temperatur panas. Kondisi lingkungan, dengan demikian bisa kembali baik.

Akademisi Universitas Tadolako lainnya, Sandy Purnawan mengungkapkan pola perilaku masyarakat penambang ini juga diamati positif baginya yang pernah meneliti konsentrasi merkuri dalam sedimen di sekitar muara Sungai Poboya pada tahun 2012. Perubahan perilaku ini diyakini akan makin memberi dampak positif bagi lingkungan di Poboya.

Sandy meneliti bersama dua rekannya tentang 'Distribusi Logam Merkuri Pada Sedimen Laut Di Sekitar Muara Sungai Poboya’ itu menemukan, konsentrasi merkuri dalam sedimen di sekitar muara Sungai Poboya berkisar antara 0,0103 mg/kg – 0,185 mg/kg. Nilai itu sendiri masih berada di bawah ambang batas yang diizinkan. Hal ini, terjadi di tengah kondisi masih maraknya penggunaan merkuri di kawasan tambang emas Poboya pada waktu itu.

Selain itu, Sandy dan teman-temannya juga mendapati akumulasi logam Hg dalam sedimen di sekitar muara Sungai Poboya juga tak mengalami penambahan yang signifikan dengan bertambahnya waktu. Diyakini, dengan langkah warga meninggalkan penggunaan merkuri, kondisi lingkungan akan makin baik.

Metode penambangan
Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Satya Wira Yudha juga menyambut baik kesadaran warga yang nyatanya telah meninggalkan penggunaan merkuri. Di sisi lainnya, ada sanksi terhadap penggunaan merkuri.

Apalagi Indonesia meratifikasi Konvensi Minamata di Jenewa ke dalam UU Nomor 11/2017 tentang Pengesahan Minamata Convention on Mercury. Jadi, karena telah disahkan pada tanggal 13 September 2017 lalu, menurutnya ratifikasi ini telah jadi alat dan payung hukum buat aparatur negara untuk melakukan penindakan jika ada penyalahgunaan merkuri.

“Dengan demikian ada satu tools aparat untuk menindak apabila itu terjadi perdagangan merkuri ataupun penggunaan merkuri untuk tujuan-tujuan penambangan. Karena pemakaiannya dibatasi, terutama untuk kepentingan kesehatan. Jumlah beredar pun diatur dan dibatasi,” jelas Satya, Selasa (3/10).

Untuk kepentingan pertambangan saat ini, Satya mengungkapkan sianida dapat digunakan sebagai pengganti merkuri. Hal ini dikemukakannya berdasarkan pernyataan pihak BPPT (Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi) saat rapat dengar pendapat dengan Komisi VII beberapa waktu lalu.

Sianidasi Emas, yang juga dikenal sebagai proses sianida atau proses MacArthur-Forrest adalah teknik metalurgi untuk mengekstraksi emas dari bijih kadar rendah dengan mengubah emas ke kompleks koordinasi yang larut dalam air. Proses inilah yang paling umum digunakan untuk ekstraksi emas.

Dengan digunakannya sianida sebagai alternatif, diharapkan tak ada lagi pertambangan baik dikelola secara tradisional oleh rakyat, perusahaan besar atau menengah yang menggunakan merkuri.

Pihak KLHK pun mengaku sedang menyiapkan proyek percontohan bersama BPPT untuk mengganti penggunaan merkuri dengan sianida. Salah satu lokasi percontohannya adalah di Poboya.

“Kini merkuri sudah ditinggalkan warga,” kata Kepala Subdirektorat Penerapan Konvensi Bahan Berbahaya Beracun KLHK Purwasto Saroprayogi, pada kesempatan berbeda.

Komentar sejumlah pihak ini memang muncul setelah ada pernyataan dari tokoh adat masyarakat Poboya, Adzis Lamureke, yang menegaskan kalau masyarakat penambang tradisional di Pobaya saat ini tak lagi menggunakan merkuri ketika menambang emas.

Adzis mengungkapkan, perubahan ini terjadi berkat sosialisasi panjang dan terus-menerus yang dilakukan sejak tahun tahun 2016 lalu oleh berbagai pihak, diantaranya Pemda, Kepolisian, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan lainnya. Ia meyakini pencemaran tak lagi terjadi.

Pernyataan Adzis ini diperkuat oleh penuturan Kombes Pol Yan Sultra Indrajaya, yang sebelumnya menjabat sebagai Direktur Reserse Kriminal Khusus (Dirreskrimsus) Polda Sulteng.

Dia mengatakan, hingga tahun 2015 memang masih banyak ditemukan penggunaan merkuri di Poboya. Namun kebiasaan itu telah berubah setelah adanya sosialisasi yang juga melibatkan Dinas Kesehatan dan Kepolisian. Sehingga mulai tahun 2016 disebutnya hampir bisa dipastikan, masyarakat meninggalkan penggunaan merkuri untuk pengolahan emas.

Dia bercerita, awalnya penolakan keras sempat dilontarkan masyarakat setempat ketika sosialisasi kali pertama dilakukan. Polisi ketika itu bahkan dituding hendak menghentikan penambangan dan mengusir masyarakat setempat dari lokasi. Bagusnya, masyarakat jadi sadar setelah dirinya mencontohkan dampak penggunaan merkuri terhadap kondisi fisik masyarakat di Bombana, Sulawesi Tenggara.

“Saya kasih gambar-gambarnya. Saya kasih contoh karena saya bekas Kapolres sepuluh tahun yang lalu di Bombana. Saya kasih tahu, saya ini memang polisi tapi saya waktu itu menyertakan dinas kesehatan, sehingga mereka dapat menjelaskan dampaknya bagi kesehatan. Akhirnya mereka mengerti dan antusias,” ujarnya, Selasa (3/10).

Mengenai kemunculan adanya isu penggunaan merkuri di Poboya yang dihembuskan oleh pihak tertentu, Yan meyakini foto-foto digunakan berdasarkan kondisi pada tahun 2014-2015.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Newswire
Editor : Fajar Sidik

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper