Kabar24.com, JAKARTA - Pemimpin de-facto Myanmar, Aung San Suu Kyi, menyampaikan pidatonya untuk pertama kalinya sejak pemerintah negaranya melakukan pembersihan etnis di wilayah Rakhine.
Pidato tersebut merupakan upaya peraih hadian Nobel tersebut untuk menjawab keluhan masyarakat internasional atas aksi kekerasan terhadap minoritas Muslim Rohingya.
“Myanmar punya komitmen untuk mencari solusi berkelanjtan di Rakhine selain mengambil langkah-langkah damai dan menegakkan stabilitas negara, ujar Aung San Suu Kyi sebagaimana dikutip Channelnewsasia.com, Selasa (19/9/2017).
"Kami lebih menginginkan damai ketimbang perang. Perdamaian, stabilitas, dan kemajuan merupakan aspirasi dari rakyat kami,” ujar Suu Kyi.
Dia juga menyatakan ingin segera mengakhiri penderitaan rakyatnya secepat mungkin. Menurutnya, tanggung jawab untuk menyelesaikan berbagai persoalan di Maymar merupakan tugas seluruh rakyat di negara itu.
"Kebencian dan rasa takut merupakan kekhawatiran utama dunia. Kami tidak ingin Myanmar terpecah berdasarkan agama dan etnis, kami semua punya hak untuk memiliki identitas yang berbeda,” ujarnya.
Baca Juga
Dalam pidato selama 25 menit itu dia juga menyampaikan keprihatinannya yang dalam atas apa yang diderita rakyat yang berada dalam konflik di Rakhine.
"Kami prihatin mendengar warga Muslim bergerak menuju Bangladesh," ujarnya menambahkan. Dia juga mengutuk pelanggaran HAM telah memperburuk konflik tersebut.