Kabar24.com,JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) belum memutuskan untuk menjerat Andi Agustinus, terdakwa korupsi KTP elektronik dengan tudingan pencucian uang.
Juru bicara KPK Febri Diansyah mengatakan bahwa komisi tersebut memilih untuk mencermati lebih jauh mengenai berbagai fakta yang tersaji dalam rangkaian persidangan korupsi pengadaan KTP elektronik dengan terdakwa Andi Agustinus.
“Kami akan cermati lebih lanjut dan menjadi bagian penting apakah ada unsur menyamarkan atau tidak dari suatu kekayaan yang diperoleh dari hasil kejahatan,” ujarnya, Jumat (8/9/2017).
Febri membenarkan bahwa sejauh ini KPK memang telah menyita sejumlah aset yang berkaitan dengan Andi Agustinus dan akan diungkapkan dalam pembacaan tuntutan yang akan dilakukan setelah pemeriksaan saksi dan terdakwa.
Dalam persidangan akhir Agustis 2017, Inayah, istri Andi Agustinus membeberkan berbagai aset milik suaminya yang disamarkan menggunakan nama orang lain, termasuk nama dirinya, ibunya, serta adik dan kakak dari Andi Agustinus alias Andi Narogong.
Setidaknya, ada 18 aset berupa tanah dan bangunan yang dimiliki Andi, berdasarkan penjelasan penuntut umum Irene Putri dalam persidangan terdahulu. Selain uang jutaan dolar Amerika Serikat, Andi Agustinus juga memiliki beberapa rumah di kawasan Tebet, Jakarta Selatan dan Menteng, Jakarta Pusat.
Dalam dakwaan yang dibacakan oleh tim penuntut umum, Andi Narogong disebut pada 2010 mengajak Irman, Dirjen Kependudukan dan Catatan Sipil Kementerian Dalam Negeri untuk menemui Setya Novanto, Ketua Fraksi Partai Golkar. Andi mengatakan bahwa politisi tersebut merupakan kunci pembahasan anggaran di DPR.
“Terdakwa memperkenalkan Irman ke Setya Novanto serta menyampaikan mengenai proyek pengadaan KTP elektronik dan Setya Novanto mendukung rencana tersebut. Sebagai tindak lanjut, terdakwa mengajak Irman untuk bertemu Setya Novanti di ruang kerjanya lantai 12 Gedung DPR,” ujar penuntut umum.
Saat berjumpa dengan Setya Novanto, Andi menanyakan “Pak Nov, bagaimana ini anggarannya supaya Pak Irman tidak ragu siapkan langkah-langkah” dan dijawab oleh Setya Novanto “Ini sedang kita koordinasikan.”
Setelah pertemuan itu, saat hendak keluar ruangan, Setya Novanto mengatakan kepada Irman agar menghubungi Andi Agustinus selaku representasi dirinya.
Persinggungan Andi Agustinus dan Setya Novanto kembali terjadi dalam sebuah rapat di mana dia mewakili Setya Novanto, bersua dengan Anas Urbaningrum dan Muhamad Nazarudin dari Partai Demokrat.
Dalam pertemuan itu, mereka menyepakati total anggaran proyek sebesar Rp5,9 triliun itu akan dipotong 11,5% pajak. Selanjutnya 51% dari anggaran yang telah dipotong pajak tersebut atau sebesar 51% atau Rp2,6 triliun digunakan untuk belanja riil.
Setidaknya 49% dari sisa uang tersebut atau setara dengan Rp2,5 triliun akan dibagi ke sejumlah orang dengan perincian sebesar 7% atau Rp365,4 miliar akan diberikan ke pejabat Kementerian Dalam Negeri, kemudian 2,5% atau Rp261 miliar diberikan kepada Komisi II DPR.
Selain itu, 11% atau Rp574,2 miliar akan disalurkan ke Setya Novanto dan Andi Narogong. Persentase serupa juga diberikan kepada Anas Urbaningrum dan Muhamad Nazarudin serta 15% atau Rp783 miliar akan diberikan kepada rekanan.
Selain itu, dalam pertemuan tersebut juga disepakati pelaksana proyek tersebut adalah BUMN agar mudah diatur. Pada September-Oktober 2010, Andi Agustinus memberikan uang kepada sejumlah anggota Komisi II dan Badan Anggaran DPR sebesar US$2,8 juta agar menyetujui pembahasan proyek pengadaan.